Persiapan UTS

December 5, 2017 | Author: Imam Kurnia Anggoro | Category: N/A
Share Embed


Deskripsi Singkat

Pertemuan (TM) I, 2 Oktober 2014
I. Lingkungan Manajemen Keuangan Pemerintah

1. Pengertian Pemerintah, Keuangan Pemerintah dan Ruang Lingkup MKP;
2. Pejabat-pejabat yang terkait MKP beserta tugas-tugas mereka;
3. Azas umum MKP
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-I

1. Pengertian Pemerintah, Keuangan Pemerintah dan Ruang Lingkup MKP

Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah (sesuai UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah) adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara RI (lembaga eksekutif ).

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

Pemerintah dalam arti sempit hanya berkaitan dengan lembaga eksekutif saja (Presiden dan para Menteri sebagai pembantu presiden). Sedangkan dalam arti luas, pengertian pemerintah mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan negara yang melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara (mewujudkan kesejahteraan rakyat).

Sesuai Pembukaan UUD 1945 tujuan negara RI, adalah :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

Secara umum, terminologi Keuangan Publik = Keuangan Pemerintah = Keuangan Negara, yaitu seluruh aktifitas finansial pemerintah suatu negara. Yang membedakan adalah sudut pandangnya. Keuangan publik adalah aktifitas finansial pemerintah dilihat dari aspek ilmu ekonomi atau sering disebut public sector economic/public economic. Bahasan keuangan publik meliputi peran pemerintah dalam perekonomian seperti eksternalisasi, kesejahteraan masyarakat, barang publik, mekanisme pasar, stabilitas harga dan sebagainya.
Keuangan pemerintah adalah aktifitas finansial pemerintah (dalam arti luas) untuk mencapai tujuan negara. Jika ditinjau dari ruang lingkupnya, keuangan pemerintah lebih sempit dibandingkan dengan keuangan negara.

Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Me'nagement berarti seni melaksanakan dan mengatur atau seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Manajemen adalah proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.

Fungsi manajemen ----- planning, organizing, actuating, controlling..

Manajemen Keuangan Publik atau Manajemen Keuangan Pemerintah adalah : semua kegiatan/upaya/aktifitas yang dilakukan Pemerintah (pusat atau daerah) dalam mengelola semua urusan negara, khususnya yang berkaitan dengan aktifitas finansial pemerintahan, mulai dari pengelolaan penerimaan, pengeluaran hingga kebijakan mengadakan pembiayaan.

Lingkup Keuangan Publik/Keuangan Pemerintah.
1. Keuangan publik mencakup masalah-masalah kreasi memperoleh penerimaan
ataupun pendapatan yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah);
Penerimaan negara – Uang yang masuk ke Kas Negara;
Pendapatan negara – Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
2. Keuangan publik mencakup pengeluaran negara yang termasuk didalamnya
belanja publik/negara (pusat dan daerah).
Pengeluaran negara – Uang yang keluar dari kas negara.
Belanja negara – Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
3. Keuangan publik juga mencakup aspek pembiayaan yang dilakukan oleh peme-rintah (pusat dan daerah).
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun berikut (utang dan/atau piutang).

Lingkup Keuangan Negara:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
c. Penerimaan negara.
d. Pengeluaran negara
e. Penerimaan daerah
f. Pengeluaran daerah
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga , piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara.
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penye- lenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Konsep Keuangan Publik.
1. Undang-undang Keuangan Negara meletakkan negara sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat dalam bentuk pertahanan, kesehatan, keadilan, pendidikan, dan pekerjaan umum lainnya (public goods);
2. Negara dipersepsikan sebagai pemegang kekuasaan (otoritas) yang mendapat mandat dari rakyat untuk menyediakan dan membela kepentingan masyarakat.
3. Sebagai wujud itikat baik untuk mewujudkan good governance.

Pengertian Keuangan Negara.
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Objek: semua hak, kewajiban, negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Subjek :seluruh objek keuangan diatas yang dimiliki negara dan/atau dikuasai Pemerintah Negara/Daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan Keuangan negara.
3. Proses: Seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggung jawaban.
4. Tujuan: Seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka penyelenggaraan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Pokok-pokok Kebijakan Fiskal / APBN
Dalam praktik di Indonesia kebijakan fiskal merupakan keputusan bersama antara pemerintah dan DPR tentang besar penerimaan, pengeluaran dan pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam APBN dalam rangka mengarahkan perekonomian Indonesia mencapai kondisi tertentu.
Kebijakan Moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang "tepat" sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi [Kebijakan moneter berkait dengan masalah uang, jumlah uang, peredaran uang, nilai mata uang (tingkat bunga/kurs mata uang) dan harga-harga].
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan satu sama lain didalam pencapaian target-target ekonomi yang telah ditetapkan. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit fiskal secara konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil.

2. Pejabat-pejabat yang terkait dengan MKP beserta tugas-tugas mereka

1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan.

2. Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah RI.

3. Para Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya. Setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.

4. Gubernur Bank Indonesia ( Bank Sentral ) bertugas untuk mencapai kestabilan nilai rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

5. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas, bertugas menjadi Koordinator dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah.

6. Ketua/anggota DPR./ Badan Anggaran DPR/ Komisi-Komisi DPR , bertugas membahas dan menyetujui Rancangan APBN

7. Ketua / anggota BPK bertugas melakukan audit/pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara;

8. Ketua / Pimpinan BPKP melaksanakan audit / pengawasan atas pelaksanaan APBN/APBD pada Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah;

9. Pejabat/Pengelola Keuangan Negara:Pengguna Anggaran (PA), Kuasa PA, PPK
(Pejabat Pembuat Komitmen), Bendahara dan sebagainya.

3. Azas umum dalam Pengelolaan/Manajemen Keuangan Pemerintah.

a. Azas Tahunan, bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR);
b. Azas Universalitas (kelengkapan) bahwa tidak diperkenankan terjadinya percam- puran antara penerimaan negara dan pengeluaran negara;
c. Azas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, ber- arti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah bruto;
d. Azas Spesialitas, mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif artinya penggunaan angggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang ditentukan.
e. Azas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, artinya bahwa setiap penggunan anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya;
f. Azas Profesionalitas, mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional;
g. Azas Proporsionalitas, pengalokasian anggaran dilaksanakn secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai;
h. Azas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara mewajibkan adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independent;
i. Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi kewenangan lebih besar kepada BPK untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independent.


Pertemuan (TM) II, 9 Oktober 2014
II. Penyusunan dan Penetapan Anggaran

1. Pengertian dan prinsip-prinsip penganggaran
2. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran
- Pendekatan yang digunakan dalam menyusun anggaran;
3. - Mekanisme Penerimaan (revenue process) pajak, PNBP, hibah;
- Mekanisme Pengeluaran (spending) belanja, subsidi, bunga;
- Mekanisme Pembiayaan, budget constrain, manajemen subsidi.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM II

II.Penyusunan dan penetapan Anggaran :

1. Pengertian dan prinsip-prinsip pengaggaran.

Pengertian Anggaran (APBN/APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan pusat/pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPR/DPRD.

Pengertian Penganggaran adalah proses mengikhtisarkan penerimaan/pendapatan, pengeluaran/belanja dan pembiayaan keuangan selama jangka waktu tertentu, dan/atau kegiatan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai sasaran pada jangka waktu tertentu.

Defining Budget and Budgeting:

A Budget is an allocation of resources prepared in advance relating to future period, based on a forecast of key variables adopted to achieve certain policy objectives which sets performance targets for the achievement of objectives related anticipated expenditures to anticipated revenues and forms a basis against which actual expenditures and revenues can be measured and controlled.

Budgeting is a process by which a government formulates its goals and objectives for the fiscal year, establishes priorities for the use of scarce resources, mobilizes and allocates resources among specific programs and activities, identifies policies and operational modalities to implement programs and projects efficiently and providesfor an evaluation of results in relation to objectives targets and utilization of resources.
Budgeting is also an integral part of other processes. It is a means by which plans are realized and thus of crucial significance for development planning, and by extention for economic development itself. Good planning requires good budgeting
regular phases :
1. planning, need assesment, and priority setting;
2. preparation, including expenditure forecasting and development of performance measures;
3. legislative reviews of agency report and appropriations;
4. execution of proposed programs;
5. audit and evaluation of agency expenditure.

Budgeting system can be viewed from many aspects:

1. Budget preparation - Line item budgeting
- Incremental budgeting
- Performance budgeting
- Program budgeting
- Zero base budgeting
-
2. Budget structure : - Unified budget
- Dual budget
- I account
- T account

3. Budget accounting - Cash basis
- Accrual basis
- Commitment basis

4. Budget policy - Surplus Budget
- Balanced budget
- Deficit budget

5. Time/period approach - long term plan
- medium term plan
- annual plan

6. Budget classification - Organic
- Function
- Economy
- Object

The budget as an instrument :

Planning instrumen – set goal, priorities, and strategies, and coordinates the community/ageny resources into expenditure plan identifying what programs or activities will take place and at what levels.
Political instrument – involves competing interest attempting to influencea government/agency to form policy favorable of them.
Social instrument – provides a vehicles to grant and deny priveledges and disburse burdens and benefits to individuals and businesses.
Economic instrument – offers powerful potential for affecting the growth and productive capacity of the community and its citizens.
Legal instrument – grants authoritatively the rights, responsibilities, power, and guidelines that regulate the budget format, timing,and process.

2. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran :

Filosofi : Basis Kinerja Outputs / Outcomes

Diferensiasi dan integrasi fungsi perencanaan dan penganggaran ;
Klasifikasi Universal (i) organisasional (ii) fungsi/sub fungsi/program/kegiatan dan (iii) jenis belanja;
Budget horizon extention (MTEF) untuk 2 tahun;
Kalender perencanaan dan penganggaran yang jelas;
Peranan legislasi yang jelas.

Dokumen terkait pelaksanaan perencanaan dan penganggaran ( Tingkat Pusat/Daerah)

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional/Daerah
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional/Daerah
3. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Nasional/Daerah
4. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga – Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
5. Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga – Renja SKPD
6. Rencana Kerja Anggaran (RKA) K/L – RKA SKPD
7. Rancangan APBN/Rancangan APBD
8. APBN/APBD
9. Rincian APBN/Rincian APBD (yang telah ditetapan oleh Presiden/Kepala Daerah)
10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Pusat/DIPA Daerah.

(dan dokumen pendukung lainnya yang digunakan dalam penyusunan anggaran)

Siklus Anggaran Negara

1. Tahap Perencanaan Anggaran;
2. Tahap Pengesahan Anggaran;
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran;
4. Tahap Pengawasan Anggaran;
5. Tahap Pertanggung Jawaban Anggaran.


Prinsip-prinsip Penyusunan dan penetapan APBN:

Anggaran negara (APBN/APBD) mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Anggaran negara disusun sesuai dengan KEBUTUHAN PENYELENG GARAAN NEGARA dan KEMAMPUAN DALAM MENGHIMPUN PENDAPATAN NEGARA.
APBN terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
RAPBN disusun berpedoman pada RKP yang didahului dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro pada bulan Mei kepada DPR.
K/L menyusun RKA berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai beserta prakiraan belanja 1 tahun berikutnya.
RKA dibahas bersama DPR dan hasilnya digunakan untuk penyusunan RAPBN oleh Menteri Keuangan.
RAPBN dibahas berdasarkan UU MD3 (sebelumnya UU Susduk) dan DPR berhak melakukan perubahan.
Persetujuan oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, sub funsi, program, kegiatan dan jenis belanja.

Pendekatan sistem penganggaran
(i) penganggaran terpadu (unified budgeting)
(ii) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework), dan
(iii) penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting).

Penganggaran Terpadu (unified budgeting) - mengintegrasikan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Dalam pendekatan ini tidak dikenal pemisahan anggaran dalam bentuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Belanja dalam APBN secara ekonomi diklasifikasikan dalam 8 jenis belanja mengacu pada Government Financial Statistics (GFS) yang berlaku secara internasional. Dengan adanya pengintegrasian jenis belanja akan menghindarkan distorsi pembiayaan seperti yang muncul pada sistem dual budgeting. Sebelum diterapkan sistem penganggaran terpadu, duplikasi dan tumpang tindih dalam pembiayaan menyulitkan dalam penilaian kinerja keuangan. Sulit mengukur keterkaitan antara belanja dengan outputs/outcomes. Penerapan penganggaran terpadu diharapkan akan mendorong terciptanya transparansi penganggaran dalam rangka mewujudkan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah /KPJM (Medium Term Expenditure Framework / MTEF) – menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Dalam proyeksi penganggaran jangka menengah, tingkat ketidak pastian ketersediaan alokasi anggaran dimasa mendatang dapat dikurangi, baik dari sisi penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru maupun untuk terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas.

Tujuan dari penerapan KPJM :
a. Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency)
b. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran ( to improve quality of planning)
c. Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas ( best policy option)
d. Meningkatkan disiplin fiskal ( fiscal dicipline).
e. Menjamin adanya kesinambungan fiskal ( fiscal sustainability).
Dalam penerapan KPJM ada beberapa hal yang patut diperhatikan :
a. Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget)
b. Angka dasar (baseline)
c. Penetapan angka dasar (baseline)
d. Parameter ( assumption)
e. Mekanisme penyesuaian angka dasar ( baseline adjustment)
f. Mekanisme pengajuan usulan anggaran bagi kebijakan baru (new policy proposal)
g. Prinsip kerja KPJM.

Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (Performance-Based Budgeting/PBB)- dalam penerapan PBK, alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (outputs and outcomes oriented). Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien.

Fleksibilitas pengelolaan annggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas ( let the manager manage). Pngalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya ( money follow function, function follow by structure).

Tujuan penerapan PBK :
a. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang akan dicapai ( directly linkage between performance and budget).
b. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency).
c. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran ( more flexibility and accountability).

Komponen penting PBK :
Penyusunan PBK memerlukan tiga komponen untuk masing-masing program dan kegiatan, yaitu :
a. Indikator kinerja, alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan ( indikator kinerja utama (IKU) untuk Program/Kegiatan);
b. Standar Biaya, standar biaya masukan untuk dikembangkan menjadi standar biaya keluaran ( SB Umum / SB Khusus)
c. Evaluasi kinerja, proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari segi efisiensi dan efektivitas dari suatu program/kegiatan.

Kegiatan-kegiatan pada tahap Penyusunan Anggaran :

a. Penetapan kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal;
b. Memformulasikan kebijakan umum dan prioritas anggaran;
c. Menyusun Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) ;
d. Pembahasan RKA-K/L dengan DPR;
e. Penyelesaian penyusunan anggaran.

Kerangka Ekonomi Makro yang tergambar pada Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) merupakan indikator utama yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. ADEM sangat berpengaruh pada besaran komponen struktur APBN terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga Surat Pinjaman Negara (SPN) rata-rata 3 bulan, nilai tukar rupiah terhadap US dolar, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan produksi atau lifting minyak dan gas.

Pada saat menyusun RAPBN tahun 2015, ADEM yang digunakan sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi 5,8 %
2. Inflasi 4,4 %
3. Tingkat suku bungan SPN 3 bulan 6 %
4. Nilai tukar rupiah terhadap US dolar sebesar Rp.10.900,-
5. Harga minyak Indonesia (ICP) 105 US dolar/barrel.
6. Produksi/Lifting minyak 900 ribu barrel/hari dan gas 1.248 ribu barrel setara minyak/hari.

3. Mekanisme Penerimaan, Belanja dan Pembiayaan.

Tema Kebijakan Fiskal 2015: Penguatan kebijakan fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Kebijakan Fiskal ditujukan optimalisasi pendapatan negara, peningkatan kualitas belanja negara, pengendalian defisit APBN serta pengendalian utang negara.

Strategi untuk menjaga kesinambungan fiskal: mendorong agar APBN lebih produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dengan tetap menjaga keseimbangan dalam rangka memperkuat kapasitas dan daya tahan fiskal namun tetap dikelola secara hati-hati.

1. Mengendalikan defisit anggaran :
*Optimalisasi pendapatan negara dengan meningkatkan iklim investasi dan menjaga konservasi lingkungan;
*Meningkatkan kualitas belanja melalui (i) meningkatkan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur; (ii) pengendalian subsidi; dan (iii) efisiensi belanja barang (operasional dan perjalanan dinas).

2. Mengendalikan keseimbangan primer :
*Optimalisasi pendapatan negara
*Memperbaiki struktur belanja negara melalui pembatasan belanja terkait, belanja mandatori, dan efisiensi subsidi untuk kualitas belanja.

3. Menurunkan rasio utang terhadap PDB:
*Pengendalian pembiayaan yang bersumber dari pinjaman;
*Negative net flow;
*Mengarahkan agar pemanfaatan pinjaman harus untuk kegiatan produktif
yang meningkatkan nilai tambah atau meningkatkan kapasitas perekonomian.

Garis Besar Jadual Penyusunan/Penetapan APBN :

Januari-Februari – Kapasitas Fiskal
April - Surat Bersama (SB) pagu indikatif (Menkeu/Menteri PPN)
Juli - SB tentang revisi pagu indikatif (Menkeu/Menteri PPN)
Juni-Juli - Pembicaraan pendahuluan;
Keputusan Menkeu tentang Pagu Anggaran K/L
Agustus - Pidato Presiden Penyampaian Nota Keuangan/RAPBN
Agustus-Oktober- Pembahasan dengan DPR sampai dengan pengesahan
November - Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rincian APBN
Desember - Penyerahan DIPA.


Pertemuan (TM) III, 16 Oktober 2014
III. Financial Planning and Forecast

1. Perencanaan Keuangan ;
2. - Prakiraan Penerimaan (Pajak dan PNBP);
- Prakiraan Pengeluaran (fixed spending and variable spending);
3. Budget Allocation (Alokasi anggaran);
- Budget development and Budget maintenance;
4. Procurement coceptual (Pengadaan barang dan jasa pemerintah).
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM III

III. Financial Planning and Forecast.

1. Perencanaan Keuangan
Dalam rangka mendukung terwujudnya clean government and good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam UUD 1945.
Keuangan negara dikelola secara :
- Tertib, Taat pada peraturan per-UU an,
- Efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
- Bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Prinsip-prinsip perencanaan keuangan/APBN:
APBN disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, serta berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan sebelumnya memperhatikan Kerangka Ekonomi Makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
APBN yang telah disetujui dirinci lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) Rincian APBN.
Semua PENERIMAAN dan PENGELUARAN pada tahun APBN dimasukkan dalam tahun APBN yang bersangkutan.
Penggunaan surplus diutamakan untuk pembentukan cadangan.
Laporan realisasi disampaikan bulan Juli,
Perubahan APBN dapat diajukan dan dibahas dengan DPR sebelum tahun anggaran berakhir.
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran dan
Ketentuan pengelolaan keuangan negara diatur dalam UU Perbendaharaan Negara.

Baseline Concept dan Rencana Kerja
Berkaitan dengan belanja negara (pagu belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Baseline dan New Initative.
1. Baseline (angka dasar) merupakan indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Baseline K/L terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :
a.Baseline untuk kebutuhan biaya operasional.
b.Baseline untuk biaya non operasional.

2. New Initiative (inisiatif baru) adalah kebijakan baru atau perubahan kebijakan
berjalan yag menyebabkan adanya konsekuensi anggaran baik pada anggaran baseline maupun anggaran kedepan. Inisiatif baru dapat berupa penambahan fokus prioritas/outcome/kegiatan/output baru, penambahan volume target atau percepatan pencapaian target. Alokasi anggaran inisiatif baru berdasarkan proposal anggaran inisiatif baru yang telah disetujui oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkeu.

Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen untuk menyusun Rancangan APBN (besaran APBN) yang diajukan kepada DPR. Jika RAPBN sudah mendapat persetujuan DPR,selanjutnya dituangkan dalam Perpres. tentang Rincian APBN sesuai organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Selanjutnya menjadi dasar penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai dokumen dasar pada tahap pelaksanaan anggaran.
RKA-K/L disusun dengan menggunakan pendekatan penganggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) dan penganggaran berbasis kinerja (PBK).

RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja serta disusun menggunakan instrumen (a) Indikator Kinerja; (b) Standar Biaya, dan (c) Evaluasi Kinerja.
RKA-K/L disusun dengan memperhatikan Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L (PP No.90 tahun 2010 sebelumnya PP No.21 tahun 2004) serta berdasarkan :
a. Pagu anggaran K/L yang ditetapkan Menkeu.
b. Rencana Kerja (Renja) K/L
c. RKP dan kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembahasan pendahuluan Rancangan APBN;
d. Standar Biaya, dan
e. Kebijakan Pemerintah lainnya.

RKA-K/L yang telah dibahas bersama dengan DPR (sesuai Komisi yang ada di DPR) selanjutnya menjadi dokumen penting untuk menyusun Rancangan APBN yang diajukan kepada DPR .

Setelah RAPBN disetujui oleh DPR , selanjutnya diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rincian APBN yang menjadi dasar dalam penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada para Menteri/Pimpinan Lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Segera sesudah itu, para Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian/lembaga yang dipimpinnya.

Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana tiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara (CEO). Kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan (CFO);
Kekuasaan tersebut (juga) dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Penggunan Anggaran/Pengguna Barang Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya (COO)

Kekuasaan tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Tugas Menkeu sebagai CFO/Pengelola Fiskal adalah :(psl.8 UU N0.17 Tahun 2003):
a. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro'
b. Menyusun Rancangan APBN dan Rancangan Perubahan APBN;
c. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e. Melaksanakan pemungutan ppendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara;
g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN'
h. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga selaku COO/Pengguna Anggaran/Barang :(psl.9 UU No.17 tahun 2003):
a. Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. Melaksanakan anggaran kementerian/lembaga yang dipimpinnya;
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
e. Mengelola putang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
f. Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementeria negara/lembaga yang dipimpinnya;
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

2. Forecast (Prakiraan) Penerimaan/Pengeluaran

Masing-masing besaran komponen postur APBN dipengaruhi oleh asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM). Komponen penerimaan/pendapatan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP dan lifting minyak. Komponen pengeluaran/ belanja dipengaruhi oleh inflasi, kurs, SPN 3 bulan, ICP dan lifting minyak. Komponen defisit tidak dipengaruhi langsung oleh ADEM tetapi oleh kondisi tarik menarik antara belanja dan pendapatan. Sedangkan komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh kurs.
Perhitungan komponen postur APBN juga memperhatikan karakteristik setiap komponen. Penerimaan/pendapatan merupakan perkiraan maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP dan hibah. Untuk belanja harus mempertimbangkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan penyelenggaraan operasional dan pengeluaran wajib yang diperkirakan sekitar 80% dari total belanja negara, termasuk cadangan untuk darurat/mendesak dan resiko fiskal. Sedangkan defisit tidak boleh melebihi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB)

Dalam menyusun rencana pengeluaran/belanja negara, pemerintah juga harus mempertimbangkan karakteristik belanja negara yang digunakan untuk membiayai
program-program kerja pemerintah sesuai RKP. Belanja negara dapat dibedakan atas fixed spending (belanja yang bersifat tetap) dan variable spending (belanja yang bersifat variabel/berubah-ubah).
Fixed spending adalah anggaran yang disusun untuk periode tertentu dengan volume yang sudah ditentukan, contohnya anggaran belanja pegawai, belanja modal atau belanja trasfer ke daerah.
Variable spending adalah anggaran yang dapat berubah-ubah secara proporsional atau disesuaikan dengan perubahan volume kegiatan, contohnya anggaran subsidi, hibah atau bantuan sosial.

Pelaksanaan APBN dalam satu tahun meliputi :
a. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (pendapatan negara);
b. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersiah (belanja negara);
c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya . (utang/piutang negara).

3. Budget Allocation (Alokasi anggaran).
(Budget development/budget maintenance)

Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagai komponen dari belanja negara merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat strategis diantara berbagai pilar kebijakan fiskal lainnya dalam mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional seperti yang tertuang dalam RPJMN / RKP.
Hal ini terutama karena melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, pemerintah dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk mencapai sasaran-sasaran program pembangunan yang ditetapkan pemerintah. Dasar perhitungan alokasi anggaran adalah sesuai program-program Kementerian Negara/Lembaga (dahulu sesuai sektor, sub sektor, program).

RPJMN merupakan penjabaran visi, misi dan program Presiden selama 5 (lima) tahun yang memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan dan program-program pembangunan. RKP merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional tahunan yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro, serta program-program K/L, lintas K/L dan lintas wilayah.

Budget development atau proses penyusunan anggaran untuk tahun anggaran yang akan datang sudah dilakukan sejak tahun anggaran yang sedang berjalan. Contoh, RAPBN tahun anggaran 2015 penyusunannya sudah dilakukan pada awal tahun 2014. Sesuai Garis Besar Jadual Pembahasan/Penetapan APBN (lihat RBK TM II, 9 Oktober 2014), Rancangan APBN diajukan kepada DPR pada bulan Agustus dan harus sudah selesai dibahas bersama dengan DPR pada akhir Oktober.

Rancangan APBN yang diusulkan oleh pemerintah disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara dan disesuaikan dengan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, serta berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan sebelumnya memperhatikan kerangka ekonomi makro (ADEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
Asian Development Bank (ADB) dalam salah satu publikasinya Government Budget: Direction for Reforms menyatakan "well formulated budget can be executed badly; badly formulated budget can not be executed well". Anggaran yang disusun dan direncanakan dengan baik, pelaksanaannya dapat saja berjalan buruk, sedangkan anggaran yang disusun dan direncanakan dengan buruk, sulit untuk dilaksanakan dengan baik.

Agar APBN yang sudah disusun dan direncanakan dengan baik dapat mencapai hasil baik sesuai dengan yang diharapkan, perlu adanya upaya budget maintenance, artinya dalam pelaksanaannya harus dijaga atau dipelhara agar APBN dapat berjalan sesuai dengan yang digariskan dalam RKP dan pokok-pokok kebijakan fiskal pemerintah.

Kebijakan Penerimaan dan Pengeluaran Negara.
Semua PENERIMAAN dan PENGELUARAN negara dilakukan melalui satu rekening, yaitu Rekening Kas Umum Negara (RKUN).
Setiap kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
PENERIMAAN harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalah peraturan pemerintah;
PENERIMAAN kementerian negara/lembaga/SKPD tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran;
PENERIMAAN berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak negara/daerah.
Dalam hal PENGELUARAN atau belanja negara, setiap Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sesuai dengan DIPA masing-masing PA/KPA.Untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam DIPA, para PA/KPA berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Ikatan atau perjanjian dengan pihak lain termasuk dalam lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres No.54 tahun 2010 (dan segala perubahan yang terjadi sesudah 2010)..

Berkenaan dengan pembayaran tagihan yang menjadi beban APBN tersebut PENCAIRAN DANANYA dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Untuk tagihan atas beban APBD dilakukan Bendahara Umum Daerah.

4. Procurement conceptual (Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L), Satuan Kerja Perangkat Gaerah (SKPD), Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan memperoleh barang/jasa.
Kedudukan pengadaan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah (pembangunan) :
Perencanaan (planning);
Pemrograman (programming);
Penganggaran (budgeting);
Pengadaan (procurement) terdiri dari Perencanaan pengadaan dan Pemilihan Penyedia (tender) ;
Pelaksanaan kontrak dan pembayaran (contract implementation and payment);
Penyerahan pekerjaan/barang (handover);
Pemanfaatan dan pemeliharaan (operation and maintenance).

Beberapa Pengertian :
Barang : setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang.
Pekerjaan konstruksi : seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan fisik lainnya.
Jasa lainnya : jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan ketrampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang.
Jasa konsultansi : jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).

Prinsip PBJP : efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel.


Pertemuan (TM) IV, 23 Oktober 2014
IV. Manajemen Kas

1. Cash flow forecasting (Perencanaan Kas Pemerintah);
2. Sistem penerimaan dan pengeluaran pemerintah;
3. Pengelolaan rekening pemerintah;
4. Manajemen UP, TUP, LS ;
5. Penempatan saldo kas yang belum digunakan (idle cash);
6. Penatausahaan kas.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM IV

Manajemen Kas adalah strategi dan rangkaian proses dalam rangka mengelola aliran kas pemerintah dalam jangka pendek dan saldo kas yang ada secara efisien, baik di dalam pemerintah maupun antara pemerintah dengan pihak lain khususnya terkait dengan moneter.

Landasan hukum Perencanaan Kas Pemerintah:

a. Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
d. Peraturan Pemerintah No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
e. Peraturan Menteri Keuangan No.98/PMK.05/2007 tentang Pelaksanaan Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Bank Umum mitra kerja KPPN dalam rangka penerapan TSA ( dan PMK terkait lainnya)


Pihak-pihak yang terkait dengan Manajemen Kas Pemerintah:

a. Menteri Kuangan selaku Bendahara Umum Negara ;
b. Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Pusat dan Daerah;
c. Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah;
d. Kepala SKPD selaku Bendahara Umum Daerah;
e. Bank Indonesia;
f. Bank-bank Umum Pemerintah/Swasta terkait (sebagai Bank Operasional);
g. Lembaga Keuangan ( yang terkait )
h. Kementerian BUMN/ Kementerian ESDM
i. DJP, DJBC, DJA, DJPB, DJPK, DJPU,
j. Pengguna Anggaran/Kuasa Penggunan Anggaran pada K/L atau SKPD
k. Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran pada K/L atau SKPD

Tujuan Manajemen Kas pada prinsipnya adalah penggunaan dana yang dimiliki negara secara efisien dan efektif. Hal tersebut dicapai dengan cara antara lain :

a. Menentukan jumlah dan alokasi dana untuk keperluan pelaksanaan kegiatan operasional pemerintah dan kegiatan investasi;
b. Mendapatkan sumber dana yang paling efisien untuk membiayai kegiatan pemerintah;
c. Meminimalkan kas yang menganggur;
d. Mempercepat penyetoran penerimaan negara :
- Mendukung peningkatan realisasi anggaran dan perekonomian.
- Menekan cost of money dan meningkatkan penerimaan pemerintah.
e. Melakukan pembayaran atas pengeluaran negara secara tepat waktu.

1. Cash flow forecasting (Perencanaan Kas Pemerintah)
Perencanaan Kas Pemerintah (sesuai PP No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah) :

Menteri Keuangan selaku Bendahara umum Negara atau Kuasa BUN Pusat bertanggungjawab membuat perencanaan kas dan menetapkan saldo kas minimal (pasal 32 ayat (1).

Latar Belakang :
Selama ini pemerintah belum dapat mengetahui seberapa besar penerimaan, kebutuhan dana dan saldo kas harian maupun dalam jangka waktu tertentu.
Pada negara berkembang pemantauan atas realisasi kas (anggaran) lebih diutamakan dari pada pemantauan kas pada masa yang akan datang.
Pemerintah menyimpan sejumlah uang yang sangat besar (idle cash) di Bank Indonesia dan di bank umum sebagai langkah antisipasi atas pengeluaran negara.
Pemerintah masih melakukan pinjaman meskipunkas negara dalam keadaan surplus.

Untuk mencapai Manajemen Kas yang baik harus ditunjang oleh Perencanaan Kas yang akurat :

Perencanaan kas mendukung fungsi Treasury Single Account (TSA)
>Merencanakan penerimaa dan pengeluaran kas negara
>Penerapan zero balance account.
Perencanaan kas mendukung fungsi penempatan/investasi dan mengurangi cost of financing.
>Minimalisasi idle cash
>Meningkatkan pendapatan negara dari investasi/penempatan.
Perencanaan Kas mendukung operasional pemerintah.
>Antisipasi atas kemungkinan kekurangan/kelebihan kas.
>Memastikan ketersediaan dana untuk membayar pengeluaran pemerintah.

Tujuan Perencanaan Kas :
Pengendalian atas aliran dana dan saldo uang kas.
Minimalisasi saldo kas yang "menganggur" / bank floats
Perencanaan kas jangka pendek dan menengah memprediksi ketidak seimbangan arus kas serta tindakan untuk mengatasinya.

2.Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah.

Prinsip dasar:
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN)
Kementerian/Lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait wajib menyampaikan proyeksi PENERIMAAN dan PENGELUARAN secara periodik kepada BUN/Kuasa BUN;
Keberhasilan pembuatan perencanaan kas yang baik sangat bergantung pada koordinasi dan dukungan seluruh K/L dan pihak-pihak terkait serta kecermatan mereka dalam pembuatan perencanaan penerimaan dan pengeluaran masing-masing K/L.

Perbaikan Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah dilatar belakangi hal-hal sebagai berikut :
Penerimaan dan pengeluaran tidak melalui satu rekening;
Rekening penerimaan dan pengeluaran tersebar di banyak bank umum;
>Menyulitkan perencanaan kas yang baik
* Sulit untuk mengetahui jumlah uang yang dimiliki oleh negara secara cepat
>Tidak efisien
*Tingginya biaya pengelolaan rekening
*Pengendapan uang pemerintah di bank umum tidak mendapat hasil
maksimal.
*idle cash
>Banyaknya uang negara yang masih dikuasai oleh :
*Kementerian/Lembaga
*Bendahara : uang persediaan.
Uang yang tersimpan di Bank Indonesia/bank umum tersebar di banyak rekening dan tidak mendapatkan remunerasi yang layak.

3. (Sasaran) Pengelolaan Rekening Pemerintah :
a. Pengelolaan Likuiditas
>Monitoring penerimaan dan pengeluaran kas negara
*Pembayaran pada saat jatuh tempo
*Penerimaan segera disetor
>Antisipasi kemungkinan kekurangan/kelebihan kas

b. Minimalisasi idle cash
>Meningkatkan pendapatan negara
*Penempatan/Investasi
*Buy back SUN
>Mengurangi cost of financing
c. Mengurangi biaya transaksi keuangan pemerintah
>Mengurangi bank account pemerintah
>Mengurangi biaya revenue collection dan expenditure processing (administration of payment process)

Implikasi dari Pengelolaan Kas (rekening pemerintah) adalah perlu adanya penerapan Treasury Single Acount (TSA) dan Cash Forecasting.

4. Manajemen UP, TUP, LS

Dalam hal pencairan anggaran/DIPA dapat dilakukan melalui dua cara pembayaran yaitu :
a. Uang Persediaan (UP)
b. Langsung (LS)

UP adalah Uang Muka Kerja dengan jumlah tertetentu yang bersifat daur ulang (revolving) diberikan kepada Bendahara Pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran lagsung (LS).
UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran belanja barang dalam jumlah tertentu pada klasifikasi belanja (5211) Belanja Barang Operasional, (5212) Belanja Barang Non Operasional, (5221) Belanja Jasa, (5231) Belanja Pemeliharaan, (5241) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri.
Dalam hal dana UP tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan satker, ada mekanisme Tambahan Uang Persediaan (TUP)
LS adalah tata cara pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktual) dengan transaksi diatas Rp.50.000.000,-

5.Penempatan saldo kas (yang belum digunakan)

Ketentuan dalam Undang-undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur perihal penempatan/ investasi oleh BUN.

Pasal 7 poin h dan g – memungkinkan investasi dalam SUN dalam rangka pengelolaan kas.
Pasal 23 ayat1 dan 2 – memungkinkan untuk memperoleh bunga atas dana yang disimpan pada Bank Indonesia.
Pasal 24 ayat1 dan 2 - memungkinkan untuk memperoleh bunga atas dana yang disimpan pada bank umum sesuai dgn ketentuan pada bank umum yang bersangkutan.

Ketentuan dalam PP No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah oleh BUN :

Pasal 15 - memungkinkan untuk membuka rekening di Bank Sentral untuk penem patan atas kelebihan dana pada RKUN.
Pasal 36 – melakukan penempatan pada Bank Sentral/Bank Umum (ayat 1) Melakukan investasi pada Surat Utang Negara (SUN) (ayat 3)

6.Penatausahaan Kas.

Penatausahaan Kas dilaksanakan Bendahara Umum Negara dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat dan Kuasa BUN di Daerah.
Tugas Kuasa BUN Pusat adalah :

a. Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara
b. Menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
d. Menyimpan uang negara;
e. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian SUN;
f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran ats beban RKUN;
g. Menyajikan informasi keuangan negara.

Tugas Kuasa BUN di Daerah :
a. Menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya, dan/atau
b. Menerima. Menyimpan, menyerahkan, mencatat dan mempertanggung jawabkan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kuasa BUN di Daerah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menkeu.

Penambahan dan pengurangan Uang Negara :
(1) Penambahan uang negara bersumber dari :
a. Pendapatan negara antara lain penerimaan pajak, PNBP dan hibah;
b. Penerimaan pembiayaan antara lain penerimaan pinjaman, hasil penjualan ke kayaan negara yang dipisahkan dan pelunasan piutang;
c. Penerimaan negara lainnya antara lain Penerimaan Fihak Ketiga (PFK);

(2) Pengurang uang negara diakibatkan oleh :
a. Belanja Negara;
b. Pengeluaran pembiayaan antara lain pembayaran pokok utang, penyertaan modal negara dan pemberian pinjaman, dan
c. Pengeluaran negara lainnya antara lain Pengeluaran Fihak Ketiga.
Pertemuan (TM) V, 30 Oktober 2014
Manajemen Pendapatan dan Piutang.

1. Manajemen Pajak, PNBP, dan Hibah.
2. Kegiatan peristiwa yang menimbulkan piutang;
3. Menjelaskan penagihan, penghapustagihan dan penghapus bukuan piutang;
4. Menjelaskan penatausahaan piutang.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM V

1.Manajemen Pajak, PNBP, dan Hibah

Dalam rangka mewujudkan Manajemen Kas Pemerintah yang efektif dan efisen, salah satu sasaran yang harus dicapai adalah pengelolaan likuiditas dengan baik, artinya pembayaran kewajiban pemerintah dilakukan saat jatuh tempo dan semua pendapatan negara harus segera disetor ke Kas Negara pada waktunya. Sumber pendapatan negara dalam APBN yang sebagian besar terdiri dari pajak dan PNBP harus segera disetor ke Kas Negara pada waktunya, untuk menjamin ketersediaan likuiditas guna membayarkan berbagai kewajiban pemerintah pada saat jatuh tempo. Pajak dan PNBP, sebagai sumber pendapatan terbesar kesatu dan kedua dalam APBN harus dikelola dengan sebaik-baiknya, agar dapat dimanfaatkan untuk mendanai sebagian besar belanja negara.

Pendapatan negara selain berasal dari penerimaan pajak juga berasal dari cukai, bea masuk dan bea keluar. Penerimaan perpajakan meliputi semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajakdalam negeri terdiri atas PPh, PPN/PPnBM, PBB, Cukai dan Pajak lainnya. Pajak perdagangan internasional terdiri dari Bea Masuk, Pajak/Pungutan Ekspor.

PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (UU No.20/1997 tentang PNBP). PNBP dibedakan atas 7 kelompok :
1. Penerimaan yang berasal dari pengelolaan dana pemerintah;
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari penegenaan denda administrasi;
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah;
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus.

2.Kegiatan peristiwa yang menimbulkan piutang

Pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara, dapat menimbulkan hak Pemerintah Pusat/Daerah, yang didalamnya termasuk Piutang Negara/Daerah. Piutang-piutang tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara dengan melaksanakan kaidah-kaidah administrasi negara, terutama yang mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas, profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara.

Pengelolaan Piutang Negara/Daerah diarahkan untuk optimalisasi tingkat penyelesaian piutang. Dalam hal upaya penyelesaian Piutang Negara/Daerah tidak dimungkinkan lagi, maka pengurusan piutang akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara.
Menurut pasal 1 angka 6 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Sesuai pasal 4 UU No.49 Prp.tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) diatur bahwa pada prinsipnya Piutang Negara/Daerah diselesaikan terlebih dahulu oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat/Daerah. Dalam hal upaya penyelesaian tidak dimungkinkan lagi, dan Penanggung Utang kepada Negara/Daerah tetap tidak melunasi utang sebagaimana mestinya, maka pengurusan piutang tersebut diserahkan kepada PUPN untuk diurus dengan proses dan tahapan sebagaimana diatur dalam UU No.49 Pr.tahun 1960 tentang PUPN.

Beberapa Aturan Hukum Manajemen Piutang;
1. UU No.49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN);
2. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan.Negara.
5. PP No.14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah, sebagaimana telah diubah dengan PP No.33 tahun 2006;
6. Peraturan Presiden No.89 tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
7. PMK No.128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagai mana diubah terakhir dengan PMK No.48/PMK.06/2014;

Untuk Piutang Pajak, tata cara penyelesaiannya diatur dalam UU tersendiri,yaitu :
1. UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.16 tahun 2009.
2. UU No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2000;
3. PP No.74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
4. PMK No.68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan;
5. PMK dan Peraturan Dirjen.Pajak terkait lainnya.
PP No.71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berbasis "cash toward acrual" mengatur bahwa pendapatan dan belanja diakui pada saat diterima atau dikeluarkan dari RKUN, sedang aset dan kewajiban diakui pada saat timbulnya hak dan kewajiban yang mempengaruhi kekayaan bersih.

Salah satu pos yang penting di neraca adalah piutang dimana pada cut off period tertentu apabila timbul hak pemerintah untuk menagih, harus dicatat sebagai penambahan aset pemerintah berupa piutang. Jadi pendapatan berbasis akrual sebagai pemicu utama munculnya piutang.
Penyajian dan pengungkapan piutang terkait dengan pemahaman tentang peristiwa yang menimbulkan piutang antara lain pungutan pendapatan negara/daerah, perikatan, hubungan keuangan antar Pemerintah dan kerugian negara/daerah.

Peristiwa yang Menimbulkan Piutang:
a) Berdasarkan Pungutan Pendapatan Negara/Daerah:
-Piutang Pajak dan -Piutang PNBP
b) Berdasarkan Perikatan
-Pemberian Pinjaman, -Jual-Beli,-Kemitraan, -Pemberian Fasilitas Jasa
c) Transfer Antar Pemerintahan.
d) Kerugian Negara/Daerah.

a). Piutang Berdasarkan Pungutan Pendapatan Negara/Daerah:

Piutang pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan pajak/sebagaimanaa diatur dalam Undang-undang perpajakan dan belum dilunasi sampai dengan akhir periode Laporan Keuangan
- Jenis Piutang Pajak Pemerintah Pusat
Pada Pemerintah pusat, piutang pajak ini dapat timbul karena tunggakan oleh Wajib Pajak atau pembayaran pajak dan bea yang terdiri dari :

a.Pajak Dalam Negeri :
- Pajak Penghasilan (UU No.7/1983, perubahan ke 3 UU No.17/2000)
- Pajak Pertambahan Nilai (UU No.8 1983, perubahan ke 2 UU No.18/2000)
- (PBB dan BPHTB, pengelolaannya sudah diserahkan ke Pemda)
- Cukai ( UU No.11/1995, terakhir diubah UU No.39/2007)
- Pajak lainnya.
b.Pajak Perdagangan Internasional:
- Bea Masuk (UU No.10/1995 terakhir diubah UU No.17/2000)
- Pajak/pungutan ekspor.

Timbulnya piutang perpajakan, pada umumnya dapat diketahui pada akhir tahun buku, yaitu berdasarkan Surat Ketetapan Pajak pada akhir tahun buku yang belum dilakukan pembayarannya atau baru dilakukan pembayaran sebahagian oleh WP. Misal pembayaran PPN. Berdasar SPT Masa PPN, WP kurang bayar Rp.100 juta. Oleh karena kesulitan likuiditas, WP baru menyetor Rp.50 juta. Dalam hal demikian timbul piutang pajak Rp.50 juta.
Cara penyelesaian Piutang Pajak diatur dalam UU tersendiri, yaitu :

1. UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terakhir diubah dengan UU No.16 tahun 2009.
2. UU No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2000.

-Jenis Piutang PNBP
Berdasar ketentuan UU No 20 tahun 1997 tentang PNBP, masing-masing K/L dialokasikan penerimaan pendapatan yang diestimasikan harus diterima dalam suatu tahun anggaran, sesuai dengan tupoksi masing-masing K/L. Mengingat basis akuntansi pendapatan menganut cash basis, pada prinsipnya seluruh penerimaan oleh Bendahara Penerimaan pada akhir tahun anggaran harus disetor seluruhnya ke RKUN. Namun demikian, apabila tidak disetorkan ke Kas Negara, harus dicantumkan sebagai Kas di Bendahara Penerimaan di Neraca K/L yang bersangkutan. Timbulnya piutang PNBP pada K/L akhir tahun harus didukung Surat Ketetapan Penagihan PNBP yang belum dibayar.

Pendapatan yang termasuk PNBP pada APBN terdiri dari :
Penerimaan SDA;
Pendapatan Minyak Bumi, Gas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan Panas Bumi.
Pendapatan Bagian Laba BUMN
Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN.
Pendapatan PNBP Lainnya
a.Pendapatan Penjualan dan Sewa, Jasa, Bunga, Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan, Pendapatan Pendidikan, Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi, Iuran dan Denda, Pendapatan Lain-lain.

Selanjutnya Piutang PNBP timbul atas penetapan PNBP yang belum dilunasi sampai dengan tahun anggaran yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kurang Bayar.

Pengakuan Piutang:
Untuk dapat diakui sebagai piutang pendapatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan harus memenuhi kriteria :
1. Telah memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai pendapatan, yang harus didukung dengan Surat Ketetapan;
2. Belum dilunasi sampai dengan jatuh tempo;
3. Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
4. Sampai dengan akhir tahun anggaran belum dilunasi dan telah diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar;
5. Mempunyai limit waktu pelunasan tidak lebih dari 12 bulan.

Pengukuran Piutang:
Pengukuran piutang pendapatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan surat ketetapan kurang bayar yang diterbitkan.
2. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang telah ditetapkan terutang oleh majelis hakim mahkamah pertimbangan pajak.
3. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang masih proses banding atas keberatan dan belum ditetapkan oleh majelis hakim mahkamah pertimbangan pajak.

b).Piutang Berdasarkan Perikatan.

Jenis-jenis piutang berdasarkan perikatan disajikan menurut bentuk perikatan yang mendasarinya, yaitu: pemberian pinjaman, jual beli, pemberian jasa dan kemitraan.

-Pemberian Pinjaman
Jenis-jenis pinjaman yang diberikan oleh Pemerintah Pusat antara lain:
a. Piutang yang timbul dari penerusan pinjaman luar negeri (Subsidiary Loan Agreement/SLA) yaitu Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD).
b. Piutang yang timbul dari Dana Bergulir.
c. Piutang yang timbul karena Bantuan Bea Siswa.
Piutang yang timbul dari tagihan atas pemberian pinjaman harus diklasifikasi berdasarkan jatuh temponya sehingga dapat dibedakan yang diklasifikasikan pada aset lancar dan aset non lancar. Tagihan pemberian pinjaman yang belum dilunasi sampai dengan akhir tahun anggaran dan yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan berikutnya dikelompokkan sebagai aset lancar.

-Penjualan
Pemindah tanganan barang milik negara (BMN)/daerah dapat dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku. Timbulnya Piutang atau hak untuk menagih pada akhir periode pelaporan, harus didukung dengan bukti yang sah mengenai pemindahan BMN/daerah.

Tagihan atau penjualan barang secara cicilan/angsuran tersebut, pada setiap akhir periode akuntansi harus dilakukan reklasifikasi dalam dua kelompok yaitu (1) kelompok jumlah yang jatuh tempo pada satu periode akuntansi berikutnya, dan (2) kelompok jumlah yang akan jatuh tempo melibihi satu periode akuntansi berikutnya. Terhadap kelompok (1) disajikan sebagai aset dengan akun Bagian Lancar Tagihan Penjualan Anggaran dan kelompok (2) sebagai Tagihan Penjualan Angsuran pada Aset lainnya.

-Kemitraan:
Kemitraan adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki. Bentuk kemitraan tersebut antara lain berupa Bangun, Serah, Kelola (BSK) dan Bangun, Kelola, Serah (BKS) dan terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kerja sama tersebut harus dituangkan dalam satu naskah perjanjian.
Berdasarkan naskah perjanjian kemitraan, dapat diketahu adanya hak tagih pemerintah atau piutang atas peristiwa ini timbul apabila terdapat hak pemerintah yang dapat dinilai dengan uang yang sampai dengan berakhirnya periode pelaporan belum dilunasi oleh mitra kerja samanya dan dicatat sebagai aset di neraca pemerintah.

-Pemberian Fasilitas/Jasa:
Bentuk pemberian fasilitas/jasa oleh Pemerintah, pada umumnya berupa antara lain penyewaan Gedung Kantor, Rumah Dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah.
Persyaratan sewa menyewa tersebut harus dituangkan dalam naskah perjanjian sewa menyewa, dengan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing dengan jelas selama masa manfaat.
Berdasarkan naskah perjanjian sewa menyewa tersebut apabila ada hak tagih atas pemberian fasilitas/jasa tersebut pada setiap akhir periode akuntansi, maka dapat dicatat sebagai piutang di neraca.

Pengakuan Piutang :
Peristiwa-peristiwa yang menimbulkan hak tagih yaitu peristiwa yang timbul dari pemberian pinjaman, penjualan, kemitraan dan pemberian fasilitas/jasa, dapat diakui sebagai piutang dan dicatat sebagai aset di neraca, apabila memenuhi kriteria:
1. Harus didukung dengan naskah perjanjian yang menyatakan hak dan kewajiban secara jelas;
2. Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan.
3. Belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

Pengukuran:
Pengukuran atas peristiwa-peristiwa yang menimbulkan piutang yang berasal dari perikatan, adalah sebagai berikut :

Piutang pemberian pinjaman dinilai dengan jumlah yang dikeluarkan dari kas negara/daerah dan atau apabila berupa barang/jasa harus dinilai dengan wajar pada tanggal pelaporan atas barang/jasa tersebut. Apabila dalam naskah perjanjian diatur mengenai kewajiban bunga, denda, commitment fee dan/atau biaya-biaya pinjaman lainnya, maka pada periode akhir pelaporan harus diakui adanya kewajiban dimaksud pada periode berjalan yang terutang.
Piutang dari penjualan diakui sebesar nilai sesuai dengan nilai menurut naskah perjanjian penjualan yang terutang. Apabila dalam perjanjian dipersyaratkan adanya potongan pembayaran, maka nilai piutang harus dicatat sebesar nilai bersihnya.

Piutang yang timbul dari kemitraan diakui berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjian kemitraan.
Piutang yang timbul dari pemberian fasilitas/jasa diakui berdasarkan fasilitas atau jasa yang telah diberikan oleh pemerintah pada akhir periode pelaporan, dikurangi dengan pembayaran atau uang muka yang telah diterima.

c.Piutang Transfer Antar Pemerintahan.

Piutang transfer dapat timbul sebagai akibat perbedaan waktu antara timbulnya hak dan saat dilaksanakannya transfer. Jika pada saat tanggal laporan keuangan suatu hak transfer yang seharusnya sudah dibayarkan kepada suatu entitas pelaporan oleh entitas yang lain, maka entitas pelaporan tersebut akan mencatat hal tersebut sebagai piutang transfer.
Transfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda baik provinsi/kabupaten/kota yang sejauh telah diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan terdiri dari transfer DBH, DAU, DAK dan Dana Otonomi Khusus.

Pengakuan Piutang.
Piutang DBH dihitung berdasarkan hasil realisasi pajak dan hasil sumber daya alam yang menjadi bagian daerah yang belum ditransfer. Nilai definitif jumlah yang menjadi bagian daerah ditetapkan menjelang akhir tahun anggaran. Jika alokasi definitif menurut Surat Keputusan Menkeu telah ditetapkan, tetapi masih ada bagian daerah yang belum ditransfer hingga akhir tahun anggaran, maka jumlah yang belum ditransfer tersebut harus dicatat sebagai piutang oleh Pemda yang bersangkutan.

DAU bagi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan dalam pelaksanaannya daerah menerima 1/12 setiap bulan dari jumlah alokasi DAU Pemda yang bersangkutan. Pada akhir tahun anggaran apabila masih ada dana yang belum ditransfer, yang merupakan perbedaan antara alokasi DAU dan realisasi yang telah ditransfer, maka jumlah perbedaan dimaksud dapat dicatat sebagai piutang oleh Pemda yang bersangkutan kepada pemerintah pusat.

Dalam hal Pemda telah mengirim klaim pembayaran/transfer DAK dan sesuai jadualnya pemerintah pusat belum melakukan trasfer, maka pada saat itu dapat diakui telah timbul piutang kepada pusat. Jumlah piutang yang diakui oleh Pemda adalah sebesar jumlah klaim yang belum ditransfer oleh pemerintah pusat.

Dana Otonomi Khusus (Otsus) diberikan secara bertahap. Dalam hal Pemda telah mengirim klaim pembayaran dan sesuai jadualnya pemerintah pusat belum melakukan transfer, maka pada saat itu dapat diakui telah timbul piutang kepada pusat yang jumlahnya sebesar klaim yang belum ditransfer.

Pengukuran :
Pengukuran piutang transfer adalah sebagai berikut:
1. DBH disajikan sebesar nilai yang belum diterima sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan transfer yang berlaku;
2. DAU Provinsi/Kab/Kota, dalam hal estimasi pendapatan yang ditargetkan dalam APBN ternyata melibihi dari realisasi penerimaan dalam negeri;
3. DAK, dalam hal beban pendampingan telah dilaksanakan dan pelaksanaan kegiatan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

d.Piutang Karena Tuntutan Ganti Rugi (TGR)

Kemungkinan terjadi adanya peristiwa yang menimbulkan hak tagih yang disebabkan karena pelaksanaan tuntutan ganti rugi yang telah diputuskan / ditetapkan oleh pihak yang berwenang karena adanya kerugian negara/daerah.
Piutang karena TGR dapat dikelompokkan menurut sumber timbulnya TGR, yaitu :

1. TGR merupakan piutang yang timbul karena pengenaan ganti kerugian negara/daerah oleh atasan langsung pegawai negeri kepada pegawai negeri bukan bendahara, sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya.

2. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dikenakan kepada Bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian Negara/daerah dan TP dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pengakuan :
Peristiwa yang menimbulkan hak tagih berkaitan dengan TP/TGR, harus didukung dengan bukti Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) yang menunjukkan bahwa penyelesaian atas TP/TGR dilakukan dengan cara damai (di luar pengadilan). SKTM merupakan surat keterangan tentang pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab seseorang dan bersedia mengganti kerugian tersebut. Apabila penyelesaian TP/TGR tersebut dilaksanakan melalui jalur pengadilan, pengakuan piutang baru dilakukan setelah ada surat ketetapan dan telah diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Pengukuran:
Pengukuran piutang ganti rugi berdasarkan pengakuan yang dikemukakan diatas, dilakukan sebagai berikut :
1. Disajikan sebagai aset lancar sebesar nilai yang jatuh tempo dalam tahun berjalan dan yang akan ditagih dalam 12 bulan ke depan berdasarkan surat ketentuan penyelesaian yang telah ditetapkan.
2. Disajikan sebagai aset lainnya terhadap nilai yang akan dilunasi diatas 12 bulan berikutnya.

3.Penagihan, Penghapustagihan dan Penghapusbukuan piutang.
-Penagihan Piutang :
Pelaksanaan penagihan piutang pajak mengikuti ketentuan UU No.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahu Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Tahapan Penagihan : 1.WP diberi Surat Teguran;
2.Diberitahukan Surat Paksa;
3.Diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
4.Jadual Eksekusi.
Jadual Waktu Penagihan :
1. Surat Peringatan atau Teguran, 7 hari setelah jatuh tempo;
2. Surat Paksa 21 hari setelah peringatan atau teguran;
3. Penyitaan ( 2X 24 jam) setelah Surat Paksa;
4. Pengumuman Lelang 14 hari setelah penyitaan;
5. Lelang – 14 hari setelah pengumuman Lelang.

Berkaitan dengan Piutang Negara selain piutang pajak, penagihannya diselesaikan terlebih dahulu oleh instansi Pemerintah Pusat. Dalam hal upaya penagihan tidak dimungkinkan dan Penanggung Utang kepada Negara tetap tidak melunasi utang sebagaimana mestinya, maka penagihan atau penanganan piutang tersebut diserahkan kepada PUPN.

-Penghapustagihan Piutang
Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam :
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
e. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT)
g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Semua transaksi yang mengakibatkan timbulnya piutang harus dikelola dengan baik agar kualitas tagihan secara hukum dan ekonomik dapat dioptimalkan. Penghapustagihan adalah sebuah keputusan yang sensitif, penuh dengan konsekuensi ekonomik, kemungkinan hilangnya hak tagih/hak menerima tagihan.

Oleh karena itu, penghapustagihan suatu piutang harus berdasarkan berbagai kriteria, prosedur dan kebijakan yang menghasilkan keputusan hapus tagih. Upaya penagihan yang dilakukan oleh satker yang berpiutang sendiri gagal maka satker yang bersangkutan tidak diperbolehkan menghapuskannya sendiri tetapi harus mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu penagihannya dilimpahkan ke PUPN.

Sementara itu, satker yang bersangkutan tetap mencatat piutangnya di neraca dengan diberi catatan bahwa penagihannya dilimpahkan ke PUPN. Setelah melalui mekanisme penagihan lewat PUPN tersebut tidak berhasil, maka berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari PUPN dapat dilakukan penghapustagihan.

Sesuai ketentuan dalam UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menkeu berwenang menghapuskan piutang sampai dengan Rp.10 milyar, Presiden berwenang menghapuskan piutang sampai dengan Rp.100 milyar, dan diatas Rp.100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Kriteria Penghapustagihan Piutang.
1. Penghapustagihan karena mengingat jasa-jasa pihak yang berhutang kepada negara, untuk menolong pihak berhutang dari keterpurukan lebih dalam. Misalnya kredit UKM yang tidak mampu membayar.
2. Penghapustagihan sebagai suatu sikap menyejukkan membuat citra penagih menjadi lebih baik, memperoleh dukungan moril lebih luas.
3. Penghapustagihan sebagai sikap berhenti menagih menggambarkan situasi tak mungkin tertagih melihat kondisi pihak tertagih.
4. Penghapustagihan untuk restrukturisasi penyehatan hutang, misalnya penghapusan denda, tunggakan bunga dikapitalisasi menjadi pokok kredit baru, ditambah rescheduling dan penurunan tarif bunga kredit.
5. Penghapustagihan setelah semua ancangan dan cara lain gagal atau tidak mungkin diterapkan. Misalnya kredit macet dikonversi menjadi saham/ekuitas/penyertaan, dijual (anjak piutang), jaminan dilikuidasi/dilelang.
.
-Penghapusbukuan Piutang
Penghapusbukuan Piutang merupakan konsekuensi penghapustagihan piutang. Penghapusbukuan piutang dibuat berdasar berita acara atau keputusan pejabat yang berwenang untuk menghapustagih piutang. Keputusan dan/atau Berita Acara merupakan dokumen yang sah untuk bukti akuntansi penghapusbukuan.

Kriteria Penghapusbukuan.
1. Penghapusbukuan harus memberi manfaat yang lebih besar daripada kerugian penghapusbukuan.
a. Memberi gambaran obyektif tentang kemampuan keuangan entitas akuntansi dan entitas pelapor.
b. Memberi gambaran ekuitas lebih obyektif, tentang penurunan ekuitas.
c. Mengurangi beban administrasi/akuntansi, untuk mencatat hal-hal yang tidak mungkin terealisasi tagihannya.
2. Perlu kajian yang mendalam tentang dampak hukum dari penghapusbukuan pada neraca pemerintah, apabila perlu, sebelum difinalisasi dan diajukan kepada pengambil keputusan penghapusbukuan.
3. Penghapusbukuan berdasarkan keputusan formal otoritas tertinggi yang berwenang menyatakan hapus tagih perdata dan atau hapus buku (write off). Pengambil keputusan penghapusbukuan melakukan keputusan reaktif (tidak berinisiatif), berdasar suatu sistem nominasi untuk dihapusbukukan atas usulan berjenjang yang bertugas melakukan analisis dan usulan penghapusbukuan tersebut.

4.Penatausahaan Piutang:
Penatausahaan piutang negara dilakukan sesuai dengan jenis piutang atau sumber dari piutang negara tersebut, yang meliputi:
a. Piutang berdasarkan pungutan pendapatan negara, yang terdiri dari :
1.Piutang pajak Pemerintah Pusat; 2.Piutang PNBP.
b. Piutang berdasarkan perikatan:
1.Pemberian Pinjaman; 2.Penjualan; 3.Kemitraan;4.Pemberian Fasilitas/Jasa.
c. Piutang Transfer Antar Pemerintahan.
d. Piutang karena Tuntutan Ganti Rugi.

Pelaksanaan penatausahaan piutang pajak dilakukan oleh masing-masing Kantor Pelayanan Pajak/Kanwil DJP/Kantor Pusat DJP.Penatausahaan PNBP dilakukan oleh setiap Satker / Kementerian / Lembaga. Piutang berdasarkan perikatan ditatausahakan oleh masing-masing satker/ Kementerian/Lembaga yang terkait dengan pemberian pinjaman, penjualan, mengadakan kemitraan dan memberikan fasilitas/jasa kepada pihak lain. Piutang karena transfer ke daerah ditatausahakan oleh masing-masing Pemda provinsi/kabupaten/kota yang mempunyai piutang kepada Pempus dan piutang karena TGR, ditatausahakan K/L terkait adanya TGR.


Pertemuan (TM) VI, 6 Nopember 2014
Manajemen Inventori, Investasi dan Utang Jangka Pendek:

1. Penyediaan Inventori;
2. Evaluasi penilaian investasi dan strateginya;
3. Optimalisasi dana fihak ketiga (utang jangka pendek);

RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-VI

1.Penyediaan inventori (persediaan) ;

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan merupakan aset yang berupa :
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;
b. Barang atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam kegiatan pemerintah, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.

Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan barang yang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan barang bekas pakai. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi. Barang hasil produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan,contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.

Persediaan dapat terdiri dari: barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, penyediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis seperti cadangan energi atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan, barang-barang tersebut diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi fisik.

Persediaan disajikan sebesar : biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian, biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri, nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

2.Evaluasi Penilaian investasi dan strateginya;

Investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu, untuk menghasilkan pengembalian diakhir periode sebagai kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan ( Reilly and Brown,2005)

Investasi adalah suatu pengorbanan harta pada saat ini untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang (Sharpe,1987)

Berdasarkan dua definisi tersebut pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam satu bidang tertentu selama suatu periode waktu dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang.

Menurut SAP (PP.No.71/2010) investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, terdiri dari investasi jangka pendek dan jangka panjang. Investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang termasuk investasi jangka pendek, sedangkan apabila lebih 12 (dua belas) bulan termasuk investasi jangka panjang Investasi jangka pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset non lancar.

Manfaat sosial adalah manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu.
Pemerintah melakukan investasi antara lain untuk memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.

Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a. Dapat segera diperjual belikan/dicairkan;
b. Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
c. Berisiko rendah.
Instrumen-instrumen yang tersedia untuk penempatan dana surplus kas meliputi:
- Penempatan kas di bank sentral;
- Penempatan kas di bank komersial;
pada deposito over night (1-3 hari)
pada Deposit on Call yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pemberitahuan di awal.
pada Deposito Berjangka yang dapat ditarik pada tanggal jatuh tempo.
- Pembelian obligasi pemerintah dari pasar sekunde dan/atau;
- Repo/Reverse Repo.

Investasi Pemerintah (dalam jangka panjang) adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi,sosial dan/atau manfaat lainnya.
Tujuan Investasi Pemerintah : untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Azas-azas Investasi Pemerintah ialah azas fungsional, azas kepastian hukum, azas efisiensi, azas akuntabilitas dan azas kepastian nilai.

Pihak-pihak yang terkait dengan Investasi Pemerintah:
a. Menteri Keuangan selaku Pengelola Investasi (Bendahara Umum Negara)
b. Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga.
c. Sekretariat Jenderal Kemenkeu (PIP), Direktur Jenderal Anggaran/Direktur Jenderal Perbendaharaan.
d. Badan Investasi Pemerintah (BIP)
e. Badan Usaha (PT, BUMN, BUMD dan Koperasi)
f. Badan Layanan Umum (BLU) /BLUD terkait
g. Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP).
h. Dewan Pengawas. dan i. Penasihat Investasi.

Kewenangan pengelolaan Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menkeu selaku BUN meliputi kewenangan regulasi, supervisi dan operasional.
Kewenangan Regulasi.
Menkeu selaku Pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab :
a. Merumuskan kebijakan, mengatur dan menetapkan Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah;
b. Menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah; dan
c. Menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek penyediaan Investasi Pemerintah dalam hal ini terdapat penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Investasi.
Kewenangan Supervisi (Menkeu membentuk Komite Investasi Pemerintah/KIP).
Menkeu selaku Pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggungjawab:
a. Melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah;
b. Memonitor pelaksanaan Investasi Pemerintah yang terkait dukungan Pemerintah;
c. Mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan keuntungan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam jangka waktu tertentu;
d. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan dengan Investasi Langsung dalam penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya termasuk apabila terjadi kegagalan pemenuhan kerjasama.
Kewenangan Operasional (Menkeu membentuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk satker/badan hukum).
Lingkup Manajemen Investasi Pemerintah terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggung jawaban, pengawasan dan divestasi.

Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
Salah satu Badan Investasi Pemerintah, yaitu Pusat Investasi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) didirikan sejak 2007 sebagai operator Investasi Pemerintah yang berkedudukan dibawah Menkeu (Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan).
Tugas Pokok PIP adalah:
Melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menkeu dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber dana PIP untuk melaksanakan kegiatan Investasi Pemerintah, yaitu dari APBN, keuntungan investasi terdahulu, amanah dari pihak lain, dan sumber lainnya yang sah.

Perencanaan Investasi Pemerintah:
Perencanaan Investasi oleh BIP diatur sesuai dengan prinsip kehati-hatian sehingga tujuan Investasi Pemerintah terlaksana dengan efektif dan efisien.
Perencanaan Investasi Pemerintah meliputi:
(a) Perencanaan Investasi yang diusulkan oleh Badan Investasi Pemerintah dan
(b) Perencanaan Kebutuhan Investasi Pemerintah dari APBN disusun setiap tahun anggaran dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Perencanaan Investasi Pemerintah pada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) :
PIP membuat usulan rencana investasi setiap tahun untuk pelaksanaan investasi tahun anggaran berikutnya yang diajukan kepada Menteri Keuangan dilengkapi dengan alasan dan pertimbangan.
Perencanaan investasi pemerintah dituangkan ke dalam Rencana Kegiatan Investasi (RKI) yang memuat :
- Rencana Investasi pembelian Surat Berharga / Investasi Langsung.

Perencanaan Kebutuhan Investasi dari APBN:
Dirjen.Perbendaharaan menyampaikan besaran anggaran kebutuhan dana kepada Menkeu cq Dirjen.Anggaran sebagai usulan penyediaan dana Investasi Pemerintah yang berasal dari APBN. Dana tersebut akan disediakan dalam DIPA PIP sebagai dasar pelaksanaan investasi pemerintah.

Pelaksanaan Investasi Pemerintah:
Tujuan dari pelaksanaan investasi pemerintah adalah memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi tersebut merupakan salah satu wujud peran pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum, sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945.

Pelaksanaan investasi Pemerintah dilakukan oleh BIP dengan persetujuan Menkeu.
Pelaksanaan investasi Pemerintah dengan cara pembelian surat berharga, dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan berupa deviden, bunga, capital gain, dan pertumbuhan nilai perusahaan.
Pelaksanaan Investasi Langsung dapat dilakukan dengan cara kerjasama investasi BIP dengan pola kerjasama Pemerintah dan swasta (Public Private Partnership), selain pola kerjasama Pemerintah. Pelaksanaan Investasi Langsung dilakukan melalui penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman yang dilakukan oleh BIP dengan Badan Usaha, BLU,Pemprov/kab/kota, BLUD dan/atau badan hukum asing dengan prinsip menitikberatkan pada sumber dana komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana pemerintah.

Divestasi adalah penjualan Surat Berharga dan/atau kepemilikan Pemerintah, baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain. Pada prinsipnya investasi yang dilakukan oleh BIP akan berakhir melalui divestasi baik untuk Investasi surat berharga maupun untuk Investasi Langsung. Divestasi terhadap surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan BIP untuk investasi berikutnya yang lebih menguntungkan. Sedangkan divestasi atas Investasi Langsung dimaksudkan untuk diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastruktur dan bidang lainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat.

Metode penilaian investasi :
a. Metode Payback Period (Periode Pengembalian) adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase, tapi satuan waktu. Kalau periode payback ini lebih pendek dari pada yang dipersyaratkan maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama proyek ditolak.
b. Metode Net Present Value, metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow ) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar dari pada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima. Sedangkan apabila nilainya kecil (NPV negative) proyek ditolak karena tidak menguntungkan.
c. Metode Internal Rate of Return, metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari pada tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan) maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan.
d. Metode Provitability Index, metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau Provitability Index (PI) nya lebih besar dari pada 1, maka proyek dikatakan menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV , maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dipergunakan.

3.Optimalisasi dana fihak ketiga (utang jangka pendek);

Pinjaman/utang pemerintah diperlukan untuk membiayai defisit APBN, penyediaan arus kas jangka pendek dan refinancing utang lama. Utang pemerintah merupakan konsekuensi dari postur APBN kita yang dengan sengaja menerapakan pola defisit. Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN dan untuk membiayai kembali utang yang telah jatuh tempo (debt refinancing). Sehubungan dengan itu debt refinancing dilakukan dengan term and condition (biaya dan resiko) utang baru yang lebih baik.

Berkenaan dengan itu, manajemen utang pemerintah (jangka panjang) diarahkan untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya dan resiko yang rendah, jangka waktunya panjang dan tidak ada ikatan politik. Untuk jangka pendek, pemanfaatan dana fihak ketiga diperuntukkan bagi penyediaan arus kas jangka pendek.

Jenis utang pemerintah terdiri dari :
1. Surat Berharga Negara (SBN) dalam rupiah atau valas;
Surat Utang Negara
*Surat Perbendaharaan Negara (SPN-Treasury Bills) SUN jangka pendek (s.d 12 bulan);
*Obligasi Negara (SUN lebih dari 12 bulan).
Surat Berharga Negara Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah atau valas.
2. Pinjaman (Pinjaman Luar Negeri dan Pinjaman Dalam Negeri).

Berdasarkan kebutuhan pembiayaan APBN, sumber dana akan dipenuhi melalui penerbitan/penarikan utang tunai dan pembiayaan kegiatan/proyek yang meliputi SBN Domestik, SBN Valas dan Pinjaman LN/DN.
SBN Domestik lebih dipilih karena hal ini dilakukan untuk mendorong terciptanya investment-oriented society, meningkatkan likuiditas pasar SBN rupiah dengan menyediakan supply SBN yang memadai.

SPN – Treasury Bills merupakan SUN berjangka waktu 12 bulan dengan pembayaran bunga diskonto. SPN diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan instrumen pasar uang sebagai alat pengelolaan kas. Pada 2014 SPN diterbitkan untuk tenor 3 bulan dan 12 bulan.

Obligasi Negara (ON) merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan. ON diterbitkan dengan tingkat bunga tetap (fixed rate)dan tingkat bunga mengambang (variable rate).

Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) dengan tenor kurang dari 1 tahun atau lebih. Pada saat ini Sukuk yang ada memiliki tenor 6 bulan dan lebih dari 1 tahun.


Pertemuan (TM) VII, 13 November 2014
Analisis Laporan Keuangan Pemerintah:

1. Hubungan LRA, LO, Neraca, SILPA dan Ekuitas;
2. Analisis Neraca;
3. Analisis LO dan LRA;
4. Analisis Arus Kas.
----------------------------------------------------------------------------------------------
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-VII

Laporan Keuangan Pemerintah (LKP):.

LKP sebagai bentuk pertanggung jawaban merupakan sarana penting mengkomunikasikan keadaan keuangan. LKP menjadi tolok ukur dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya terkait dengan apakah pendapatan dan belanja negara benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Kualitas LKP salah satunya tercermin dalam opini yang merupakan pernyataan profesional auditor. LKP yang baik akan mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disusun oleh Menkeu selaku pengelola fiskal berdasarkan konsolidasian dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN). LKKL tersebut disusun oleh setiap Menteri/ Pimpinan Lembaga dan LK-BUN disusun oleh Menkeu selaku BUN serta disajikan sesuai SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) dan dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) dan BAS .(Bagan Akun Standar).

Dalam rangka pencapaian LKP dengan kualitas terbaik secara berkelanjutan diperlukan adanya langkah-langkah perbaikan terus menerus terutama dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Langkah nyata yang perlu dilakukan dalam proses pembuatan LKP antara lain dengan :
a. Menyempurnakan metode pencatatan dan sistem akuntansi dalam rangka pelaporan keuangan pemerintah;
b. Memperbaiki proses penyusunan LK-BUN;
c. Penyempurnaan sistem dan aplikasi administrasi penerimaan negara;
d. Penertiban rekening pada K/L dan penatausahaan barang milik negara (BMN) yang meliputi inventarisasi, penilaian kembali dan sertifikasi;
e. Penertiban pengelompokan jenis belanja dalam penganggaran;
f. Peningkatan kualitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan diseluruh K/L dan Pemda.

Jenis-jenis LKP tergantung pada SAP yang digunakan. Untuk SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, basis akuntansi yang digunakan dalam LKP yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana.
LKP menggunakan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, komponen LKP terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Sedangkan LKP menggunakan SAP Berbasis Akrual, komponen LKP terdiri dari : LRA, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

1. Hubungan antara LRA, LO, Neraca, SILPA dan Ekuitas.

a. LRA (Laporan Realisasi Anggaran) mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN. LRA menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam satu periode pelaporan. LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut : pendapatan LRA, belanja, transfer, surplus/defisit LRA, pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya ekonomi ;
b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

LRA dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi :a) Telah dilaksanakan secara efisien,efektif dan hemat; b) Telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); c) Telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan per-UU an.

Catatan:
Appropriasi merupakan anggaran yang disetujui oleh DPR/DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada presiden/gubernur/bupati/walikota untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
Allotment (Otorisasi Kredit Anggaran) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dari appropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari RKUN/D guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode otorisasi tersebut.
Pendapatan LRA adalah semua penerimaan RKUN/D yang menambah Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimasukkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Saldo Anggaran Lebih (SAL) adalah gunggungan saldo yang berasal dari akumulasi SILPA/SIKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperlukan.
SILPA/SIKPA – Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan LRA dan belanja serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan.
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : saldo anggaran lebih awal, penggunaan saldo anggaran lebih, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan sado anggaran lebih akhir. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam CaLK.

c. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca;
Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 bulan. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang.
Informasi tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset non keuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar atau nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : a) kas dan setara kas, b) investasi jangka pendek, c) piutang pajak dan bukan pajak, d) persediaan, e) investasi jangka panjang, f) aset tetap, g) kewajiban jangka pendek, h) kewajiban jangka panjang dan i) ekuitas.

d. Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan LO, beban dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya. LO dibutuhkan pengguna laporan untuk mengevaluasi pendapatan LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan sebagai informasi :
a) Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
b) Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
c) Yang berguna dalam memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan Pemerintah Pusat/Daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
d) Mengenai penurunan ekuitas(bila defisit operasional) dan peningkatas ekuitas (bila surplus operasional).

LO disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full acrual accounting cycle) sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Catatan :
Pendapatan LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.

e. LAK (Laporan Arus Kas) menyajikan informasi mengenai sumber penggunaan, perubahan kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan bedasarkan aktifitas operasi, investasi aset non keuangan, pendanaan dan transitori.
Informasi Arus Kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. LAK juga menjadi alat pertanggung jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, LAK memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

f. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos : ekuitas awal, surplus/defisit LO periode bersangkutan, koreksi-koreksi yang langsung menambah atau mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi yang mendasar misalnya koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode sebelumnya atau perubahan nilai aset tetap kerena revaluasi aset tetap dan ekuitaas akhir.

g. CaLK (Catatan atas Laporan Keuangan), agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami secara luas tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalah pahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas sajian laporan keuangan harus dibuat CaLK yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

Hubungan antar laporan :
Laporan Pelaksanaan Anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL);
Laporan financial terdiri dari Neraca, LO, LPE dan LAK;
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

LRA berisi pendapatan dan belanja tetap disajikan berdasarkan basis kas, yang berarti bahwa pendapatan dan belanja tersebut akan diakui setelah masuk/ keluar dari RKUN. Menurut Kerangka Konseptual, hal ini disebabkan karena proses penyusunan anggaran masih menggunakan basis kas. Selisih pendapatan dan belanja ditambah/dikurangi dengan pembiayaan untuk mendapatkan nilai SILPA. SILPA ini selanjutnya akan diperhitungkan dalam LPSAL.

LRA terkoneksi dengan LPSAL melalui saldo akun SILPA. Pada akhir tahun akun pendapatan LRA dan Belanja akan ditutup ke akun Surplus/Defisit, sedangkan akun penerimaan dan pengeluaran pembiayaan akan ditutup ke akun pembiayaan netto. Selanjutnya akun Surplus/Defisit dan akun pembiayaan netto akan ditutup ke akun SILPA. Pada akhirnya akun SILPA akan ditutup ke akun Saldo Anggaran Lebih.

Konsep full acrual dalam jurnal akuntansi pemerintah tercermin dalam LO. LO ini berisi pendapatan dan beban (bukan belanja) yang diakui secara akrual dengan tidak menunggu adanya kas yang masuk/keluar dari RKUN, termasuk pula didalamnya pos-pos kejadian luar biasa yang sebelumnya tidak diakomodasi dalam PP.No.24/2005. Dari LO ini nantinya akan diakui surplus/defisit secara akrual yang akan masuk ke LPE yang akan menentukan ekuitas akhir pemerintah di Neraca.

Neraca terkoneksi dengan Laporan Perubahan Ekuitas dan LO melalui akun Surplus/Defisit LO. Akun Surplus/Defisit LO akan menambah/mengurangi saldo akun ekuitas awal dalam LPE. Angka saldo akhir ekuitas dalam LPE harus sama dengan angka saldo Ekuitas di Neraca.

Analisis Laporan Keuangan (ALK) Pemerintah
ALK merupakan analisis yang dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Dalam melakukan analisis, setiap pengguna laporan harus mengidentifikasi informasi yang harus dipilih untuk dianalisis, teknik analisis yang tepat, ruang lingkup, kedalaman analisis dengan menggunakan pertimbangan yang cermat agar dapat memperoleh informasiyang diinginkan untuk mendukung keputusan-keputusan yang diambilnya.

Pengguna Laporan Keuangan terdiri dari :Masyarakat, para Wakil Rakyat, Lembaga Pengawas dan Lembaga Pemeriksa, Pemberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman, Manajemen Pemerintah.

Tujuan Analisis :
Meyakini bahwa pemerintah telah melaksanakan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Mengukur dan mengevaluasi kinerja pemerintah;
Mengukur potensi pendapatan atau sumber ekonomi;
Mengetahui kondisi keuangan;
Mengetahui kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya,
Terkait permasalahan yang dihadapi, semakin berat dan rumit permasalahannya diperlukan analisis yang semakin mendalam dengan menggunakan berbagai teknik yang dan metode analisis. Metode Analisis terdiri dari : a). Analisis Horizontal, dilaksanakan dengan membandingkan angka-angka dalam suatu LKKL dengan KL lainnya, antara pemerintah dan pemerintah lainnya. b).Analisis Vertikal, dilaksanakan dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lain dalam LK yang sama.

Teknik Analisis LK meliputi : a). Analisis Perubahan LK, b).Analisis Persentase per Komponen, c). Analisis Trend, d).Analisis Rasio, e).Analisis Ketaatan terhadap peraturan.

Analisis Keterkaitan antar Laporan Keuangan.
LRA dan Neraca :
- SILPA dan SAL.
- Belanja Modal vs Mutasi Tambah Aset Tetap.
- Pembiayaan utang/obligasi vs Mutasi saldo utang.
LRA dan LAK :
- Pendapatan negara dan hibah.
- Belanja negara.
- Pembiayaan.
Neraca dan LAK :
- Saldo Kas.

2.Analisis Neraca (Telaah Neraca) pada LKKL atau LK Satker, antara lain :

Kas di Bendahara Pengeluaran :
- Kas di Bendahara Pengeluaran = Uang Muka dari KPPN.
- Minus (kurang)
-SPM/SP2D UP/TUP ada yang belum direkam.
-Kelebihan pengembalian UP.
- Terlalu Besar
-SPM GU Nihil masih ada yang belum direkam.
-SSBP berupa pengembalian UP belum direkam.
- Kas di Bendahara Pengeluaran hanya memuat kas UP.

Kas lainnya dan setara kas :
Kas lainnya di Bendahara Pengeluaran lazimnya terdiri dari :
- Bunga jasa giro yang belum disetor ke Kas Negara.
- Pungutan pajak yang belum disetor ke Kas Negara.
- Penerimaan hibah langsung berupa kas (dalam/luar negeri).
- Belanja yang tidak jadi direalisir atau pengembalian belanja.
- Belanja gaji/honor yang belum dibayarkan kkepada yang berhak.

Kas di Bendahara Penerima :
- Cermati apakah pada tanggal neraca masih terdapat kas di Bendahara Penerimaan (kas yang diterima dari PNBP) yang belum disetor ke kas negara
- Jika ada sajikan nilai kas tersebut di Neraca sebesar nilai yang ada pada Bendahara Penerimaan.
- Akun Kas di Bendara Penerima = Pendapatan yang ditangguhkan.
Persediaan :
- Laporan persediaan diperoleh dari Bagian Perlengkapan.
- Persediaan dilaporkan semerteran dan tahunan berdasarkan hasil opname fisik.
- Nilai yang disajikan pada Neraca adalah nilai perolehan terakhir.
- Persediaan= Cadangan Persediaan.

Aset Tetap :
- Nilai aset tetap non KDP di neraca seharusnya sama dengan total nilai BMN di LBMN intrakomptabel.
- Bandingkan pertambahan nilai aset tetap di neraca dengan Realisasi Belanja Modal pada LRA.
- Jika akuntansi BMN masih dikerjakan secara manual, periksa kebenaran mapping antara LBMN dengan akun Aset Tetap di Neraca.
- Total nilai aset tetap harus sama dengan nilai akun "Diinvestasikan Dalam Aset Tetap".

Analisis terhadap berbagai informasi yang ada dalam Laporan Keuangan dapat dilakukan dengan berbagai teknik analisis,seperti Analisis Perubahan LK, Analisis Persentase per Komponen, Analisis Trend, Analisis Rasio, dan Analisis Ketaatan terhadap peraturan. Penggunaan teknik analisis disesuaikan dengan maksud dilakukannya analisis dan informasi yang diharapkan.

3.Analisis LO dan LRA (dalam LKKL/Satker) :

LO pada dasarnya adalah LRA yang disusun dengan basis akrual, sementara LRA merupakan bagian dari Laporan Pelaksanaan Anggaran (LPA) disusun menggunakan basis kas. Dari LO ini akan diakui surplus/defisit secara akrual yang akan masuk ke LPE yang akan menentukan ekuitas akhir pemerintah di Neraca.

LO mempunyai nilai prediktif karena informasinya dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah dalam periode mendatang. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan analisis kecenderungan (trend) terhadap komponen LO ,misalnya pendapatan LO, beban dan surplus/defisit operasional.

Unsur yang perlu dianalisis dalam LRA :
- Pendapatan negara dan hibah, antara lain;
-Pendapatan perpajakan (hanya ada di Kemenkeu)
-PNBP- Bagian laba BUMN (hanya ada di LKBUN).
-Pastikan seluruh PNBP telah dilaporkan dan saldonya telah disetor ke KN.
-Penerimaan hibah disampaikan kepada DJPU untuk dilaporkan pada LKBUN
pada LKKL hanya mengungkapkannya secara memadai.

- Belanja negara, antara lain;
-Realisasi Belanja Modal (53) pada tahun anggaran yang bersangkutan perlu
diperbandingkan dengan perubahan (kenaikan) saldo Aset Tetap.
-Pembayaran bunga utang (54) hanya ada di BA 999.01 dan BA 015.
-Dalam Belanja Lain-lain (58) terdapat unsur pembelian aset.

4.Analisis Arus Kas

Manfaati Laporan Arus Kas antara lain:
a) Sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya.
b) Sebagai alat pertanggung jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
c) Memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

Untuk dapat membuat taksiran yang lebih tepat dan hal ini sangat berguna dalam menjaga ketersediaan likuiditas dimasa berikutnya, dapat digunakan analisis kecenderungan (trend) terhadap arus kas pada periode-periode sebelumnya. Dari analisis trend yang dilakukan terhadap arus kas tersebut dapat dimanfaatkan untuk:

Mengetahui penyebab terjadinya surplus/defisit anggaran;
Mengetahui kemampuan fiskal pemerintah dimasa yang akan datang.
Memprediksi kesinambungan fiskal pemerintah dalam pelaksanaan pemberian pelayanan publik.




Deskripsi

Pertemuan (TM) I, 2 Oktober 2014
I. Lingkungan Manajemen Keuangan Pemerintah

1. Pengertian Pemerintah, Keuangan Pemerintah dan Ruang Lingkup MKP;
2. Pejabat-pejabat yang terkait MKP beserta tugas-tugas mereka;
3. Azas umum MKP
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-I

1. Pengertian Pemerintah, Keuangan Pemerintah dan Ruang Lingkup MKP

Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah (sesuai UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah) adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara RI (lembaga eksekutif ).

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

Pemerintah dalam arti sempit hanya berkaitan dengan lembaga eksekutif saja (Presiden dan para Menteri sebagai pembantu presiden). Sedangkan dalam arti luas, pengertian pemerintah mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan negara yang melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara (mewujudkan kesejahteraan rakyat).

Sesuai Pembukaan UUD 1945 tujuan negara RI, adalah :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

Secara umum, terminologi Keuangan Publik = Keuangan Pemerintah = Keuangan Negara, yaitu seluruh aktifitas finansial pemerintah suatu negara. Yang membedakan adalah sudut pandangnya. Keuangan publik adalah aktifitas finansial pemerintah dilihat dari aspek ilmu ekonomi atau sering disebut public sector economic/public economic. Bahasan keuangan publik meliputi peran pemerintah dalam perekonomian seperti eksternalisasi, kesejahteraan masyarakat, barang publik, mekanisme pasar, stabilitas harga dan sebagainya.
Keuangan pemerintah adalah aktifitas finansial pemerintah (dalam arti luas) untuk mencapai tujuan negara. Jika ditinjau dari ruang lingkupnya, keuangan pemerintah lebih sempit dibandingkan dengan keuangan negara.

Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Me'nagement berarti seni melaksanakan dan mengatur atau seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Manajemen adalah proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.

Fungsi manajemen ----- planning, organizing, actuating, controlling..

Manajemen Keuangan Publik atau Manajemen Keuangan Pemerintah adalah : semua kegiatan/upaya/aktifitas yang dilakukan Pemerintah (pusat atau daerah) dalam mengelola semua urusan negara, khususnya yang berkaitan dengan aktifitas finansial pemerintahan, mulai dari pengelolaan penerimaan, pengeluaran hingga kebijakan mengadakan pembiayaan.

Lingkup Keuangan Publik/Keuangan Pemerintah.
1. Keuangan publik mencakup masalah-masalah kreasi memperoleh penerimaan
ataupun pendapatan yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah);
Penerimaan negara – Uang yang masuk ke Kas Negara;
Pendapatan negara – Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
2. Keuangan publik mencakup pengeluaran negara yang termasuk didalamnya
belanja publik/negara (pusat dan daerah).
Pengeluaran negara – Uang yang keluar dari kas negara.
Belanja negara – Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
3. Keuangan publik juga mencakup aspek pembiayaan yang dilakukan oleh peme-rintah (pusat dan daerah).
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun berikut (utang dan/atau piutang).

Lingkup Keuangan Negara:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
c. Penerimaan negara.
d. Pengeluaran negara
e. Penerimaan daerah
f. Pengeluaran daerah
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga , piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara.
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penye- lenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Konsep Keuangan Publik.
1. Undang-undang Keuangan Negara meletakkan negara sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat dalam bentuk pertahanan, kesehatan, keadilan, pendidikan, dan pekerjaan umum lainnya (public goods);
2. Negara dipersepsikan sebagai pemegang kekuasaan (otoritas) yang mendapat mandat dari rakyat untuk menyediakan dan membela kepentingan masyarakat.
3. Sebagai wujud itikat baik untuk mewujudkan good governance.

Pengertian Keuangan Negara.
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Objek: semua hak, kewajiban, negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Subjek :seluruh objek keuangan diatas yang dimiliki negara dan/atau dikuasai Pemerintah Negara/Daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan Keuangan negara.
3. Proses: Seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggung jawaban.
4. Tujuan: Seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka penyelenggaraan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Pokok-pokok Kebijakan Fiskal / APBN
Dalam praktik di Indonesia kebijakan fiskal merupakan keputusan bersama antara pemerintah dan DPR tentang besar penerimaan, pengeluaran dan pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam APBN dalam rangka mengarahkan perekonomian Indonesia mencapai kondisi tertentu.
Kebijakan Moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang "tepat" sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi [Kebijakan moneter berkait dengan masalah uang, jumlah uang, peredaran uang, nilai mata uang (tingkat bunga/kurs mata uang) dan harga-harga].
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan satu sama lain didalam pencapaian target-target ekonomi yang telah ditetapkan. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit fiskal secara konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil.

2. Pejabat-pejabat yang terkait dengan MKP beserta tugas-tugas mereka

1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan.

2. Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah RI.

3. Para Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya. Setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.

4. Gubernur Bank Indonesia ( Bank Sentral ) bertugas untuk mencapai kestabilan nilai rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

5. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas, bertugas menjadi Koordinator dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah.

6. Ketua/anggota DPR./ Badan Anggaran DPR/ Komisi-Komisi DPR , bertugas membahas dan menyetujui Rancangan APBN

7. Ketua / anggota BPK bertugas melakukan audit/pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara;

8. Ketua / Pimpinan BPKP melaksanakan audit / pengawasan atas pelaksanaan APBN/APBD pada Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah;

9. Pejabat/Pengelola Keuangan Negara:Pengguna Anggaran (PA), Kuasa PA, PPK
(Pejabat Pembuat Komitmen), Bendahara dan sebagainya.

3. Azas umum dalam Pengelolaan/Manajemen Keuangan Pemerintah.

a. Azas Tahunan, bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR);
b. Azas Universalitas (kelengkapan) bahwa tidak diperkenankan terjadinya percam- puran antara penerimaan negara dan pengeluaran negara;
c. Azas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, ber- arti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah bruto;
d. Azas Spesialitas, mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif artinya penggunaan angggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang ditentukan.
e. Azas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, artinya bahwa setiap penggunan anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya;
f. Azas Profesionalitas, mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional;
g. Azas Proporsionalitas, pengalokasian anggaran dilaksanakn secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai;
h. Azas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara mewajibkan adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independent;
i. Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi kewenangan lebih besar kepada BPK untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independent.


Pertemuan (TM) II, 9 Oktober 2014
II. Penyusunan dan Penetapan Anggaran

1. Pengertian dan prinsip-prinsip penganggaran
2. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran
- Pendekatan yang digunakan dalam menyusun anggaran;
3. - Mekanisme Penerimaan (revenue process) pajak, PNBP, hibah;
- Mekanisme Pengeluaran (spending) belanja, subsidi, bunga;
- Mekanisme Pembiayaan, budget constrain, manajemen subsidi.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM II

II.Penyusunan dan penetapan Anggaran :

1. Pengertian dan prinsip-prinsip pengaggaran.

Pengertian Anggaran (APBN/APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan pusat/pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPR/DPRD.

Pengertian Penganggaran adalah proses mengikhtisarkan penerimaan/pendapatan, pengeluaran/belanja dan pembiayaan keuangan selama jangka waktu tertentu, dan/atau kegiatan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai sasaran pada jangka waktu tertentu.

Defining Budget and Budgeting:

A Budget is an allocation of resources prepared in advance relating to future period, based on a forecast of key variables adopted to achieve certain policy objectives which sets performance targets for the achievement of objectives related anticipated expenditures to anticipated revenues and forms a basis against which actual expenditures and revenues can be measured and controlled.

Budgeting is a process by which a government formulates its goals and objectives for the fiscal year, establishes priorities for the use of scarce resources, mobilizes and allocates resources among specific programs and activities, identifies policies and operational modalities to implement programs and projects efficiently and providesfor an evaluation of results in relation to objectives targets and utilization of resources.
Budgeting is also an integral part of other processes. It is a means by which plans are realized and thus of crucial significance for development planning, and by extention for economic development itself. Good planning requires good budgeting
regular phases :
1. planning, need assesment, and priority setting;
2. preparation, including expenditure forecasting and development of performance measures;
3. legislative reviews of agency report and appropriations;
4. execution of proposed programs;
5. audit and evaluation of agency expenditure.

Budgeting system can be viewed from many aspects:

1. Budget preparation - Line item budgeting
- Incremental budgeting
- Performance budgeting
- Program budgeting
- Zero base budgeting
-
2. Budget structure : - Unified budget
- Dual budget
- I account
- T account

3. Budget accounting - Cash basis
- Accrual basis
- Commitment basis

4. Budget policy - Surplus Budget
- Balanced budget
- Deficit budget

5. Time/period approach - long term plan
- medium term plan
- annual plan

6. Budget classification - Organic
- Function
- Economy
- Object

The budget as an instrument :

Planning instrumen – set goal, priorities, and strategies, and coordinates the community/ageny resources into expenditure plan identifying what programs or activities will take place and at what levels.
Political instrument – involves competing interest attempting to influencea government/agency to form policy favorable of them.
Social instrument – provides a vehicles to grant and deny priveledges and disburse burdens and benefits to individuals and businesses.
Economic instrument – offers powerful potential for affecting the growth and productive capacity of the community and its citizens.
Legal instrument – grants authoritatively the rights, responsibilities, power, and guidelines that regulate the budget format, timing,and process.

2. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran :

Filosofi : Basis Kinerja Outputs / Outcomes

Diferensiasi dan integrasi fungsi perencanaan dan penganggaran ;
Klasifikasi Universal (i) organisasional (ii) fungsi/sub fungsi/program/kegiatan dan (iii) jenis belanja;
Budget horizon extention (MTEF) untuk 2 tahun;
Kalender perencanaan dan penganggaran yang jelas;
Peranan legislasi yang jelas.

Dokumen terkait pelaksanaan perencanaan dan penganggaran ( Tingkat Pusat/Daerah)

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional/Daerah
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional/Daerah
3. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Nasional/Daerah
4. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga – Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
5. Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga – Renja SKPD
6. Rencana Kerja Anggaran (RKA) K/L – RKA SKPD
7. Rancangan APBN/Rancangan APBD
8. APBN/APBD
9. Rincian APBN/Rincian APBD (yang telah ditetapan oleh Presiden/Kepala Daerah)
10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Pusat/DIPA Daerah.

(dan dokumen pendukung lainnya yang digunakan dalam penyusunan anggaran)

Siklus Anggaran Negara

1. Tahap Perencanaan Anggaran;
2. Tahap Pengesahan Anggaran;
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran;
4. Tahap Pengawasan Anggaran;
5. Tahap Pertanggung Jawaban Anggaran.


Prinsip-prinsip Penyusunan dan penetapan APBN:

Anggaran negara (APBN/APBD) mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Anggaran negara disusun sesuai dengan KEBUTUHAN PENYELENG GARAAN NEGARA dan KEMAMPUAN DALAM MENGHIMPUN PENDAPATAN NEGARA.
APBN terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
RAPBN disusun berpedoman pada RKP yang didahului dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro pada bulan Mei kepada DPR.
K/L menyusun RKA berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai beserta prakiraan belanja 1 tahun berikutnya.
RKA dibahas bersama DPR dan hasilnya digunakan untuk penyusunan RAPBN oleh Menteri Keuangan.
RAPBN dibahas berdasarkan UU MD3 (sebelumnya UU Susduk) dan DPR berhak melakukan perubahan.
Persetujuan oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, sub funsi, program, kegiatan dan jenis belanja.

Pendekatan sistem penganggaran
(i) penganggaran terpadu (unified budgeting)
(ii) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework), dan
(iii) penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting).

Penganggaran Terpadu (unified budgeting) - mengintegrasikan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Dalam pendekatan ini tidak dikenal pemisahan anggaran dalam bentuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Belanja dalam APBN secara ekonomi diklasifikasikan dalam 8 jenis belanja mengacu pada Government Financial Statistics (GFS) yang berlaku secara internasional. Dengan adanya pengintegrasian jenis belanja akan menghindarkan distorsi pembiayaan seperti yang muncul pada sistem dual budgeting. Sebelum diterapkan sistem penganggaran terpadu, duplikasi dan tumpang tindih dalam pembiayaan menyulitkan dalam penilaian kinerja keuangan. Sulit mengukur keterkaitan antara belanja dengan outputs/outcomes. Penerapan penganggaran terpadu diharapkan akan mendorong terciptanya transparansi penganggaran dalam rangka mewujudkan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah /KPJM (Medium Term Expenditure Framework / MTEF) – menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Dalam proyeksi penganggaran jangka menengah, tingkat ketidak pastian ketersediaan alokasi anggaran dimasa mendatang dapat dikurangi, baik dari sisi penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru maupun untuk terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas.

Tujuan dari penerapan KPJM :
a. Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency)
b. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran ( to improve quality of planning)
c. Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas ( best policy option)
d. Meningkatkan disiplin fiskal ( fiscal dicipline).
e. Menjamin adanya kesinambungan fiskal ( fiscal sustainability).
Dalam penerapan KPJM ada beberapa hal yang patut diperhatikan :
a. Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget)
b. Angka dasar (baseline)
c. Penetapan angka dasar (baseline)
d. Parameter ( assumption)
e. Mekanisme penyesuaian angka dasar ( baseline adjustment)
f. Mekanisme pengajuan usulan anggaran bagi kebijakan baru (new policy proposal)
g. Prinsip kerja KPJM.

Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (Performance-Based Budgeting/PBB)- dalam penerapan PBK, alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (outputs and outcomes oriented). Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien.

Fleksibilitas pengelolaan annggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas ( let the manager manage). Pngalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya ( money follow function, function follow by structure).

Tujuan penerapan PBK :
a. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang akan dicapai ( directly linkage between performance and budget).
b. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency).
c. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran ( more flexibility and accountability).

Komponen penting PBK :
Penyusunan PBK memerlukan tiga komponen untuk masing-masing program dan kegiatan, yaitu :
a. Indikator kinerja, alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan ( indikator kinerja utama (IKU) untuk Program/Kegiatan);
b. Standar Biaya, standar biaya masukan untuk dikembangkan menjadi standar biaya keluaran ( SB Umum / SB Khusus)
c. Evaluasi kinerja, proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari segi efisiensi dan efektivitas dari suatu program/kegiatan.

Kegiatan-kegiatan pada tahap Penyusunan Anggaran :

a. Penetapan kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal;
b. Memformulasikan kebijakan umum dan prioritas anggaran;
c. Menyusun Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) ;
d. Pembahasan RKA-K/L dengan DPR;
e. Penyelesaian penyusunan anggaran.

Kerangka Ekonomi Makro yang tergambar pada Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) merupakan indikator utama yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. ADEM sangat berpengaruh pada besaran komponen struktur APBN terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga Surat Pinjaman Negara (SPN) rata-rata 3 bulan, nilai tukar rupiah terhadap US dolar, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan produksi atau lifting minyak dan gas.

Pada saat menyusun RAPBN tahun 2015, ADEM yang digunakan sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi 5,8 %
2. Inflasi 4,4 %
3. Tingkat suku bungan SPN 3 bulan 6 %
4. Nilai tukar rupiah terhadap US dolar sebesar Rp.10.900,-
5. Harga minyak Indonesia (ICP) 105 US dolar/barrel.
6. Produksi/Lifting minyak 900 ribu barrel/hari dan gas 1.248 ribu barrel setara minyak/hari.

3. Mekanisme Penerimaan, Belanja dan Pembiayaan.

Tema Kebijakan Fiskal 2015: Penguatan kebijakan fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Kebijakan Fiskal ditujukan optimalisasi pendapatan negara, peningkatan kualitas belanja negara, pengendalian defisit APBN serta pengendalian utang negara.

Strategi untuk menjaga kesinambungan fiskal: mendorong agar APBN lebih produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dengan tetap menjaga keseimbangan dalam rangka memperkuat kapasitas dan daya tahan fiskal namun tetap dikelola secara hati-hati.

1. Mengendalikan defisit anggaran :
*Optimalisasi pendapatan negara dengan meningkatkan iklim investasi dan menjaga konservasi lingkungan;
*Meningkatkan kualitas belanja melalui (i) meningkatkan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur; (ii) pengendalian subsidi; dan (iii) efisiensi belanja barang (operasional dan perjalanan dinas).

2. Mengendalikan keseimbangan primer :
*Optimalisasi pendapatan negara
*Memperbaiki struktur belanja negara melalui pembatasan belanja terkait, belanja mandatori, dan efisiensi subsidi untuk kualitas belanja.

3. Menurunkan rasio utang terhadap PDB:
*Pengendalian pembiayaan yang bersumber dari pinjaman;
*Negative net flow;
*Mengarahkan agar pemanfaatan pinjaman harus untuk kegiatan produktif
yang meningkatkan nilai tambah atau meningkatkan kapasitas perekonomian.

Garis Besar Jadual Penyusunan/Penetapan APBN :

Januari-Februari – Kapasitas Fiskal
April - Surat Bersama (SB) pagu indikatif (Menkeu/Menteri PPN)
Juli - SB tentang revisi pagu indikatif (Menkeu/Menteri PPN)
Juni-Juli - Pembicaraan pendahuluan;
Keputusan Menkeu tentang Pagu Anggaran K/L
Agustus - Pidato Presiden Penyampaian Nota Keuangan/RAPBN
Agustus-Oktober- Pembahasan dengan DPR sampai dengan pengesahan
November - Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rincian APBN
Desember - Penyerahan DIPA.


Pertemuan (TM) III, 16 Oktober 2014
III. Financial Planning and Forecast

1. Perencanaan Keuangan ;
2. - Prakiraan Penerimaan (Pajak dan PNBP);
- Prakiraan Pengeluaran (fixed spending and variable spending);
3. Budget Allocation (Alokasi anggaran);
- Budget development and Budget maintenance;
4. Procurement coceptual (Pengadaan barang dan jasa pemerintah).
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM III

III. Financial Planning and Forecast.

1. Perencanaan Keuangan
Dalam rangka mendukung terwujudnya clean government and good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam UUD 1945.
Keuangan negara dikelola secara :
- Tertib, Taat pada peraturan per-UU an,
- Efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
- Bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Prinsip-prinsip perencanaan keuangan/APBN:
APBN disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, serta berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan sebelumnya memperhatikan Kerangka Ekonomi Makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
APBN yang telah disetujui dirinci lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) Rincian APBN.
Semua PENERIMAAN dan PENGELUARAN pada tahun APBN dimasukkan dalam tahun APBN yang bersangkutan.
Penggunaan surplus diutamakan untuk pembentukan cadangan.
Laporan realisasi disampaikan bulan Juli,
Perubahan APBN dapat diajukan dan dibahas dengan DPR sebelum tahun anggaran berakhir.
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran dan
Ketentuan pengelolaan keuangan negara diatur dalam UU Perbendaharaan Negara.

Baseline Concept dan Rencana Kerja
Berkaitan dengan belanja negara (pagu belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Baseline dan New Initative.
1. Baseline (angka dasar) merupakan indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Baseline K/L terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :
a.Baseline untuk kebutuhan biaya operasional.
b.Baseline untuk biaya non operasional.

2. New Initiative (inisiatif baru) adalah kebijakan baru atau perubahan kebijakan
berjalan yag menyebabkan adanya konsekuensi anggaran baik pada anggaran baseline maupun anggaran kedepan. Inisiatif baru dapat berupa penambahan fokus prioritas/outcome/kegiatan/output baru, penambahan volume target atau percepatan pencapaian target. Alokasi anggaran inisiatif baru berdasarkan proposal anggaran inisiatif baru yang telah disetujui oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkeu.

Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen untuk menyusun Rancangan APBN (besaran APBN) yang diajukan kepada DPR. Jika RAPBN sudah mendapat persetujuan DPR,selanjutnya dituangkan dalam Perpres. tentang Rincian APBN sesuai organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Selanjutnya menjadi dasar penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai dokumen dasar pada tahap pelaksanaan anggaran.
RKA-K/L disusun dengan menggunakan pendekatan penganggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) dan penganggaran berbasis kinerja (PBK).

RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja serta disusun menggunakan instrumen (a) Indikator Kinerja; (b) Standar Biaya, dan (c) Evaluasi Kinerja.
RKA-K/L disusun dengan memperhatikan Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L (PP No.90 tahun 2010 sebelumnya PP No.21 tahun 2004) serta berdasarkan :
a. Pagu anggaran K/L yang ditetapkan Menkeu.
b. Rencana Kerja (Renja) K/L
c. RKP dan kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembahasan pendahuluan Rancangan APBN;
d. Standar Biaya, dan
e. Kebijakan Pemerintah lainnya.

RKA-K/L yang telah dibahas bersama dengan DPR (sesuai Komisi yang ada di DPR) selanjutnya menjadi dokumen penting untuk menyusun Rancangan APBN yang diajukan kepada DPR .

Setelah RAPBN disetujui oleh DPR , selanjutnya diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rincian APBN yang menjadi dasar dalam penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada para Menteri/Pimpinan Lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Segera sesudah itu, para Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian/lembaga yang dipimpinnya.

Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana tiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara (CEO). Kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan (CFO);
Kekuasaan tersebut (juga) dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Penggunan Anggaran/Pengguna Barang Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya (COO)

Kekuasaan tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Tugas Menkeu sebagai CFO/Pengelola Fiskal adalah :(psl.8 UU N0.17 Tahun 2003):
a. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro'
b. Menyusun Rancangan APBN dan Rancangan Perubahan APBN;
c. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e. Melaksanakan pemungutan ppendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara;
g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN'
h. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga selaku COO/Pengguna Anggaran/Barang :(psl.9 UU No.17 tahun 2003):
a. Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. Melaksanakan anggaran kementerian/lembaga yang dipimpinnya;
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
e. Mengelola putang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
f. Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementeria negara/lembaga yang dipimpinnya;
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

2. Forecast (Prakiraan) Penerimaan/Pengeluaran

Masing-masing besaran komponen postur APBN dipengaruhi oleh asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM). Komponen penerimaan/pendapatan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP dan lifting minyak. Komponen pengeluaran/ belanja dipengaruhi oleh inflasi, kurs, SPN 3 bulan, ICP dan lifting minyak. Komponen defisit tidak dipengaruhi langsung oleh ADEM tetapi oleh kondisi tarik menarik antara belanja dan pendapatan. Sedangkan komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh kurs.
Perhitungan komponen postur APBN juga memperhatikan karakteristik setiap komponen. Penerimaan/pendapatan merupakan perkiraan maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP dan hibah. Untuk belanja harus mempertimbangkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan penyelenggaraan operasional dan pengeluaran wajib yang diperkirakan sekitar 80% dari total belanja negara, termasuk cadangan untuk darurat/mendesak dan resiko fiskal. Sedangkan defisit tidak boleh melebihi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB)

Dalam menyusun rencana pengeluaran/belanja negara, pemerintah juga harus mempertimbangkan karakteristik belanja negara yang digunakan untuk membiayai
program-program kerja pemerintah sesuai RKP. Belanja negara dapat dibedakan atas fixed spending (belanja yang bersifat tetap) dan variable spending (belanja yang bersifat variabel/berubah-ubah).
Fixed spending adalah anggaran yang disusun untuk periode tertentu dengan volume yang sudah ditentukan, contohnya anggaran belanja pegawai, belanja modal atau belanja trasfer ke daerah.
Variable spending adalah anggaran yang dapat berubah-ubah secara proporsional atau disesuaikan dengan perubahan volume kegiatan, contohnya anggaran subsidi, hibah atau bantuan sosial.

Pelaksanaan APBN dalam satu tahun meliputi :
a. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (pendapatan negara);
b. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersiah (belanja negara);
c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya . (utang/piutang negara).

3. Budget Allocation (Alokasi anggaran).
(Budget development/budget maintenance)

Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagai komponen dari belanja negara merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat strategis diantara berbagai pilar kebijakan fiskal lainnya dalam mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional seperti yang tertuang dalam RPJMN / RKP.
Hal ini terutama karena melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, pemerintah dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk mencapai sasaran-sasaran program pembangunan yang ditetapkan pemerintah. Dasar perhitungan alokasi anggaran adalah sesuai program-program Kementerian Negara/Lembaga (dahulu sesuai sektor, sub sektor, program).

RPJMN merupakan penjabaran visi, misi dan program Presiden selama 5 (lima) tahun yang memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan dan program-program pembangunan. RKP merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional tahunan yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro, serta program-program K/L, lintas K/L dan lintas wilayah.

Budget development atau proses penyusunan anggaran untuk tahun anggaran yang akan datang sudah dilakukan sejak tahun anggaran yang sedang berjalan. Contoh, RAPBN tahun anggaran 2015 penyusunannya sudah dilakukan pada awal tahun 2014. Sesuai Garis Besar Jadual Pembahasan/Penetapan APBN (lihat RBK TM II, 9 Oktober 2014), Rancangan APBN diajukan kepada DPR pada bulan Agustus dan harus sudah selesai dibahas bersama dengan DPR pada akhir Oktober.

Rancangan APBN yang diusulkan oleh pemerintah disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara dan disesuaikan dengan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, serta berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan sebelumnya memperhatikan kerangka ekonomi makro (ADEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
Asian Development Bank (ADB) dalam salah satu publikasinya Government Budget: Direction for Reforms menyatakan "well formulated budget can be executed badly; badly formulated budget can not be executed well". Anggaran yang disusun dan direncanakan dengan baik, pelaksanaannya dapat saja berjalan buruk, sedangkan anggaran yang disusun dan direncanakan dengan buruk, sulit untuk dilaksanakan dengan baik.

Agar APBN yang sudah disusun dan direncanakan dengan baik dapat mencapai hasil baik sesuai dengan yang diharapkan, perlu adanya upaya budget maintenance, artinya dalam pelaksanaannya harus dijaga atau dipelhara agar APBN dapat berjalan sesuai dengan yang digariskan dalam RKP dan pokok-pokok kebijakan fiskal pemerintah.

Kebijakan Penerimaan dan Pengeluaran Negara.
Semua PENERIMAAN dan PENGELUARAN negara dilakukan melalui satu rekening, yaitu Rekening Kas Umum Negara (RKUN).
Setiap kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
PENERIMAAN harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalah peraturan pemerintah;
PENERIMAAN kementerian negara/lembaga/SKPD tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran;
PENERIMAAN berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak negara/daerah.
Dalam hal PENGELUARAN atau belanja negara, setiap Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sesuai dengan DIPA masing-masing PA/KPA.Untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam DIPA, para PA/KPA berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Ikatan atau perjanjian dengan pihak lain termasuk dalam lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres No.54 tahun 2010 (dan segala perubahan yang terjadi sesudah 2010)..

Berkenaan dengan pembayaran tagihan yang menjadi beban APBN tersebut PENCAIRAN DANANYA dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Untuk tagihan atas beban APBD dilakukan Bendahara Umum Daerah.

4. Procurement conceptual (Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L), Satuan Kerja Perangkat Gaerah (SKPD), Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan memperoleh barang/jasa.
Kedudukan pengadaan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah (pembangunan) :
Perencanaan (planning);
Pemrograman (programming);
Penganggaran (budgeting);
Pengadaan (procurement) terdiri dari Perencanaan pengadaan dan Pemilihan Penyedia (tender) ;
Pelaksanaan kontrak dan pembayaran (contract implementation and payment);
Penyerahan pekerjaan/barang (handover);
Pemanfaatan dan pemeliharaan (operation and maintenance).

Beberapa Pengertian :
Barang : setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang.
Pekerjaan konstruksi : seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan fisik lainnya.
Jasa lainnya : jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan ketrampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang.
Jasa konsultansi : jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).

Prinsip PBJP : efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel.


Pertemuan (TM) IV, 23 Oktober 2014
IV. Manajemen Kas

1. Cash flow forecasting (Perencanaan Kas Pemerintah);
2. Sistem penerimaan dan pengeluaran pemerintah;
3. Pengelolaan rekening pemerintah;
4. Manajemen UP, TUP, LS ;
5. Penempatan saldo kas yang belum digunakan (idle cash);
6. Penatausahaan kas.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM IV

Manajemen Kas adalah strategi dan rangkaian proses dalam rangka mengelola aliran kas pemerintah dalam jangka pendek dan saldo kas yang ada secara efisien, baik di dalam pemerintah maupun antara pemerintah dengan pihak lain khususnya terkait dengan moneter.

Landasan hukum Perencanaan Kas Pemerintah:

a. Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
d. Peraturan Pemerintah No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
e. Peraturan Menteri Keuangan No.98/PMK.05/2007 tentang Pelaksanaan Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Bank Umum mitra kerja KPPN dalam rangka penerapan TSA ( dan PMK terkait lainnya)


Pihak-pihak yang terkait dengan Manajemen Kas Pemerintah:

a. Menteri Kuangan selaku Bendahara Umum Negara ;
b. Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Pusat dan Daerah;
c. Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah;
d. Kepala SKPD selaku Bendahara Umum Daerah;
e. Bank Indonesia;
f. Bank-bank Umum Pemerintah/Swasta terkait (sebagai Bank Operasional);
g. Lembaga Keuangan ( yang terkait )
h. Kementerian BUMN/ Kementerian ESDM
i. DJP, DJBC, DJA, DJPB, DJPK, DJPU,
j. Pengguna Anggaran/Kuasa Penggunan Anggaran pada K/L atau SKPD
k. Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran pada K/L atau SKPD

Tujuan Manajemen Kas pada prinsipnya adalah penggunaan dana yang dimiliki negara secara efisien dan efektif. Hal tersebut dicapai dengan cara antara lain :

a. Menentukan jumlah dan alokasi dana untuk keperluan pelaksanaan kegiatan operasional pemerintah dan kegiatan investasi;
b. Mendapatkan sumber dana yang paling efisien untuk membiayai kegiatan pemerintah;
c. Meminimalkan kas yang menganggur;
d. Mempercepat penyetoran penerimaan negara :
- Mendukung peningkatan realisasi anggaran dan perekonomian.
- Menekan cost of money dan meningkatkan penerimaan pemerintah.
e. Melakukan pembayaran atas pengeluaran negara secara tepat waktu.

1. Cash flow forecasting (Perencanaan Kas Pemerintah)
Perencanaan Kas Pemerintah (sesuai PP No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah) :

Menteri Keuangan selaku Bendahara umum Negara atau Kuasa BUN Pusat bertanggungjawab membuat perencanaan kas dan menetapkan saldo kas minimal (pasal 32 ayat (1).

Latar Belakang :
Selama ini pemerintah belum dapat mengetahui seberapa besar penerimaan, kebutuhan dana dan saldo kas harian maupun dalam jangka waktu tertentu.
Pada negara berkembang pemantauan atas realisasi kas (anggaran) lebih diutamakan dari pada pemantauan kas pada masa yang akan datang.
Pemerintah menyimpan sejumlah uang yang sangat besar (idle cash) di Bank Indonesia dan di bank umum sebagai langkah antisipasi atas pengeluaran negara.
Pemerintah masih melakukan pinjaman meskipunkas negara dalam keadaan surplus.

Untuk mencapai Manajemen Kas yang baik harus ditunjang oleh Perencanaan Kas yang akurat :

Perencanaan kas mendukung fungsi Treasury Single Account (TSA)
>Merencanakan penerimaa dan pengeluaran kas negara
>Penerapan zero balance account.
Perencanaan kas mendukung fungsi penempatan/investasi dan mengurangi cost of financing.
>Minimalisasi idle cash
>Meningkatkan pendapatan negara dari investasi/penempatan.
Perencanaan Kas mendukung operasional pemerintah.
>Antisipasi atas kemungkinan kekurangan/kelebihan kas.
>Memastikan ketersediaan dana untuk membayar pengeluaran pemerintah.

Tujuan Perencanaan Kas :
Pengendalian atas aliran dana dan saldo uang kas.
Minimalisasi saldo kas yang "menganggur" / bank floats
Perencanaan kas jangka pendek dan menengah memprediksi ketidak seimbangan arus kas serta tindakan untuk mengatasinya.

2.Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah.

Prinsip dasar:
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN)
Kementerian/Lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait wajib menyampaikan proyeksi PENERIMAAN dan PENGELUARAN secara periodik kepada BUN/Kuasa BUN;
Keberhasilan pembuatan perencanaan kas yang baik sangat bergantung pada koordinasi dan dukungan seluruh K/L dan pihak-pihak terkait serta kecermatan mereka dalam pembuatan perencanaan penerimaan dan pengeluaran masing-masing K/L.

Perbaikan Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah dilatar belakangi hal-hal sebagai berikut :
Penerimaan dan pengeluaran tidak melalui satu rekening;
Rekening penerimaan dan pengeluaran tersebar di banyak bank umum;
>Menyulitkan perencanaan kas yang baik
* Sulit untuk mengetahui jumlah uang yang dimiliki oleh negara secara cepat
>Tidak efisien
*Tingginya biaya pengelolaan rekening
*Pengendapan uang pemerintah di bank umum tidak mendapat hasil
maksimal.
*idle cash
>Banyaknya uang negara yang masih dikuasai oleh :
*Kementerian/Lembaga
*Bendahara : uang persediaan.
Uang yang tersimpan di Bank Indonesia/bank umum tersebar di banyak rekening dan tidak mendapatkan remunerasi yang layak.

3. (Sasaran) Pengelolaan Rekening Pemerintah :
a. Pengelolaan Likuiditas
>Monitoring penerimaan dan pengeluaran kas negara
*Pembayaran pada saat jatuh tempo
*Penerimaan segera disetor
>Antisipasi kemungkinan kekurangan/kelebihan kas

b. Minimalisasi idle cash
>Meningkatkan pendapatan negara
*Penempatan/Investasi
*Buy back SUN
>Mengurangi cost of financing
c. Mengurangi biaya transaksi keuangan pemerintah
>Mengurangi bank account pemerintah
>Mengurangi biaya revenue collection dan expenditure processing (administration of payment process)

Implikasi dari Pengelolaan Kas (rekening pemerintah) adalah perlu adanya penerapan Treasury Single Acount (TSA) dan Cash Forecasting.

4. Manajemen UP, TUP, LS

Dalam hal pencairan anggaran/DIPA dapat dilakukan melalui dua cara pembayaran yaitu :
a. Uang Persediaan (UP)
b. Langsung (LS)

UP adalah Uang Muka Kerja dengan jumlah tertetentu yang bersifat daur ulang (revolving) diberikan kepada Bendahara Pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran lagsung (LS).
UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran belanja barang dalam jumlah tertentu pada klasifikasi belanja (5211) Belanja Barang Operasional, (5212) Belanja Barang Non Operasional, (5221) Belanja Jasa, (5231) Belanja Pemeliharaan, (5241) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri.
Dalam hal dana UP tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan satker, ada mekanisme Tambahan Uang Persediaan (TUP)
LS adalah tata cara pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktual) dengan transaksi diatas Rp.50.000.000,-

5.Penempatan saldo kas (yang belum digunakan)

Ketentuan dalam Undang-undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur perihal penempatan/ investasi oleh BUN.

Pasal 7 poin h dan g – memungkinkan investasi dalam SUN dalam rangka pengelolaan kas.
Pasal 23 ayat1 dan 2 – memungkinkan untuk memperoleh bunga atas dana yang disimpan pada Bank Indonesia.
Pasal 24 ayat1 dan 2 - memungkinkan untuk memperoleh bunga atas dana yang disimpan pada bank umum sesuai dgn ketentuan pada bank umum yang bersangkutan.

Ketentuan dalam PP No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah oleh BUN :

Pasal 15 - memungkinkan untuk membuka rekening di Bank Sentral untuk penem patan atas kelebihan dana pada RKUN.
Pasal 36 – melakukan penempatan pada Bank Sentral/Bank Umum (ayat 1) Melakukan investasi pada Surat Utang Negara (SUN) (ayat 3)

6.Penatausahaan Kas.

Penatausahaan Kas dilaksanakan Bendahara Umum Negara dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat dan Kuasa BUN di Daerah.
Tugas Kuasa BUN Pusat adalah :

a. Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara
b. Menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
d. Menyimpan uang negara;
e. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian SUN;
f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran ats beban RKUN;
g. Menyajikan informasi keuangan negara.

Tugas Kuasa BUN di Daerah :
a. Menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya, dan/atau
b. Menerima. Menyimpan, menyerahkan, mencatat dan mempertanggung jawabkan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kuasa BUN di Daerah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menkeu.

Penambahan dan pengurangan Uang Negara :
(1) Penambahan uang negara bersumber dari :
a. Pendapatan negara antara lain penerimaan pajak, PNBP dan hibah;
b. Penerimaan pembiayaan antara lain penerimaan pinjaman, hasil penjualan ke kayaan negara yang dipisahkan dan pelunasan piutang;
c. Penerimaan negara lainnya antara lain Penerimaan Fihak Ketiga (PFK);

(2) Pengurang uang negara diakibatkan oleh :
a. Belanja Negara;
b. Pengeluaran pembiayaan antara lain pembayaran pokok utang, penyertaan modal negara dan pemberian pinjaman, dan
c. Pengeluaran negara lainnya antara lain Pengeluaran Fihak Ketiga.
Pertemuan (TM) V, 30 Oktober 2014
Manajemen Pendapatan dan Piutang.

1. Manajemen Pajak, PNBP, dan Hibah.
2. Kegiatan peristiwa yang menimbulkan piutang;
3. Menjelaskan penagihan, penghapustagihan dan penghapus bukuan piutang;
4. Menjelaskan penatausahaan piutang.
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) TM V

1.Manajemen Pajak, PNBP, dan Hibah

Dalam rangka mewujudkan Manajemen Kas Pemerintah yang efektif dan efisen, salah satu sasaran yang harus dicapai adalah pengelolaan likuiditas dengan baik, artinya pembayaran kewajiban pemerintah dilakukan saat jatuh tempo dan semua pendapatan negara harus segera disetor ke Kas Negara pada waktunya. Sumber pendapatan negara dalam APBN yang sebagian besar terdiri dari pajak dan PNBP harus segera disetor ke Kas Negara pada waktunya, untuk menjamin ketersediaan likuiditas guna membayarkan berbagai kewajiban pemerintah pada saat jatuh tempo. Pajak dan PNBP, sebagai sumber pendapatan terbesar kesatu dan kedua dalam APBN harus dikelola dengan sebaik-baiknya, agar dapat dimanfaatkan untuk mendanai sebagian besar belanja negara.

Pendapatan negara selain berasal dari penerimaan pajak juga berasal dari cukai, bea masuk dan bea keluar. Penerimaan perpajakan meliputi semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajakdalam negeri terdiri atas PPh, PPN/PPnBM, PBB, Cukai dan Pajak lainnya. Pajak perdagangan internasional terdiri dari Bea Masuk, Pajak/Pungutan Ekspor.

PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (UU No.20/1997 tentang PNBP). PNBP dibedakan atas 7 kelompok :
1. Penerimaan yang berasal dari pengelolaan dana pemerintah;
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari penegenaan denda administrasi;
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah;
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus.

2.Kegiatan peristiwa yang menimbulkan piutang

Pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara, dapat menimbulkan hak Pemerintah Pusat/Daerah, yang didalamnya termasuk Piutang Negara/Daerah. Piutang-piutang tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara dengan melaksanakan kaidah-kaidah administrasi negara, terutama yang mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas, profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara.

Pengelolaan Piutang Negara/Daerah diarahkan untuk optimalisasi tingkat penyelesaian piutang. Dalam hal upaya penyelesaian Piutang Negara/Daerah tidak dimungkinkan lagi, maka pengurusan piutang akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara.
Menurut pasal 1 angka 6 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Sesuai pasal 4 UU No.49 Prp.tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) diatur bahwa pada prinsipnya Piutang Negara/Daerah diselesaikan terlebih dahulu oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat/Daerah. Dalam hal upaya penyelesaian tidak dimungkinkan lagi, dan Penanggung Utang kepada Negara/Daerah tetap tidak melunasi utang sebagaimana mestinya, maka pengurusan piutang tersebut diserahkan kepada PUPN untuk diurus dengan proses dan tahapan sebagaimana diatur dalam UU No.49 Pr.tahun 1960 tentang PUPN.

Beberapa Aturan Hukum Manajemen Piutang;
1. UU No.49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN);
2. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan.Negara.
5. PP No.14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah, sebagaimana telah diubah dengan PP No.33 tahun 2006;
6. Peraturan Presiden No.89 tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
7. PMK No.128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagai mana diubah terakhir dengan PMK No.48/PMK.06/2014;

Untuk Piutang Pajak, tata cara penyelesaiannya diatur dalam UU tersendiri,yaitu :
1. UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.16 tahun 2009.
2. UU No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2000;
3. PP No.74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
4. PMK No.68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan;
5. PMK dan Peraturan Dirjen.Pajak terkait lainnya.
PP No.71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berbasis "cash toward acrual" mengatur bahwa pendapatan dan belanja diakui pada saat diterima atau dikeluarkan dari RKUN, sedang aset dan kewajiban diakui pada saat timbulnya hak dan kewajiban yang mempengaruhi kekayaan bersih.

Salah satu pos yang penting di neraca adalah piutang dimana pada cut off period tertentu apabila timbul hak pemerintah untuk menagih, harus dicatat sebagai penambahan aset pemerintah berupa piutang. Jadi pendapatan berbasis akrual sebagai pemicu utama munculnya piutang.
Penyajian dan pengungkapan piutang terkait dengan pemahaman tentang peristiwa yang menimbulkan piutang antara lain pungutan pendapatan negara/daerah, perikatan, hubungan keuangan antar Pemerintah dan kerugian negara/daerah.

Peristiwa yang Menimbulkan Piutang:
a) Berdasarkan Pungutan Pendapatan Negara/Daerah:
-Piutang Pajak dan -Piutang PNBP
b) Berdasarkan Perikatan
-Pemberian Pinjaman, -Jual-Beli,-Kemitraan, -Pemberian Fasilitas Jasa
c) Transfer Antar Pemerintahan.
d) Kerugian Negara/Daerah.

a). Piutang Berdasarkan Pungutan Pendapatan Negara/Daerah:

Piutang pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan pajak/sebagaimanaa diatur dalam Undang-undang perpajakan dan belum dilunasi sampai dengan akhir periode Laporan Keuangan
- Jenis Piutang Pajak Pemerintah Pusat
Pada Pemerintah pusat, piutang pajak ini dapat timbul karena tunggakan oleh Wajib Pajak atau pembayaran pajak dan bea yang terdiri dari :

a.Pajak Dalam Negeri :
- Pajak Penghasilan (UU No.7/1983, perubahan ke 3 UU No.17/2000)
- Pajak Pertambahan Nilai (UU No.8 1983, perubahan ke 2 UU No.18/2000)
- (PBB dan BPHTB, pengelolaannya sudah diserahkan ke Pemda)
- Cukai ( UU No.11/1995, terakhir diubah UU No.39/2007)
- Pajak lainnya.
b.Pajak Perdagangan Internasional:
- Bea Masuk (UU No.10/1995 terakhir diubah UU No.17/2000)
- Pajak/pungutan ekspor.

Timbulnya piutang perpajakan, pada umumnya dapat diketahui pada akhir tahun buku, yaitu berdasarkan Surat Ketetapan Pajak pada akhir tahun buku yang belum dilakukan pembayarannya atau baru dilakukan pembayaran sebahagian oleh WP. Misal pembayaran PPN. Berdasar SPT Masa PPN, WP kurang bayar Rp.100 juta. Oleh karena kesulitan likuiditas, WP baru menyetor Rp.50 juta. Dalam hal demikian timbul piutang pajak Rp.50 juta.
Cara penyelesaian Piutang Pajak diatur dalam UU tersendiri, yaitu :

1. UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terakhir diubah dengan UU No.16 tahun 2009.
2. UU No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2000.

-Jenis Piutang PNBP
Berdasar ketentuan UU No 20 tahun 1997 tentang PNBP, masing-masing K/L dialokasikan penerimaan pendapatan yang diestimasikan harus diterima dalam suatu tahun anggaran, sesuai dengan tupoksi masing-masing K/L. Mengingat basis akuntansi pendapatan menganut cash basis, pada prinsipnya seluruh penerimaan oleh Bendahara Penerimaan pada akhir tahun anggaran harus disetor seluruhnya ke RKUN. Namun demikian, apabila tidak disetorkan ke Kas Negara, harus dicantumkan sebagai Kas di Bendahara Penerimaan di Neraca K/L yang bersangkutan. Timbulnya piutang PNBP pada K/L akhir tahun harus didukung Surat Ketetapan Penagihan PNBP yang belum dibayar.

Pendapatan yang termasuk PNBP pada APBN terdiri dari :
Penerimaan SDA;
Pendapatan Minyak Bumi, Gas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan Panas Bumi.
Pendapatan Bagian Laba BUMN
Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN.
Pendapatan PNBP Lainnya
a.Pendapatan Penjualan dan Sewa, Jasa, Bunga, Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan, Pendapatan Pendidikan, Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi, Iuran dan Denda, Pendapatan Lain-lain.

Selanjutnya Piutang PNBP timbul atas penetapan PNBP yang belum dilunasi sampai dengan tahun anggaran yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kurang Bayar.

Pengakuan Piutang:
Untuk dapat diakui sebagai piutang pendapatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan harus memenuhi kriteria :
1. Telah memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai pendapatan, yang harus didukung dengan Surat Ketetapan;
2. Belum dilunasi sampai dengan jatuh tempo;
3. Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
4. Sampai dengan akhir tahun anggaran belum dilunasi dan telah diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar;
5. Mempunyai limit waktu pelunasan tidak lebih dari 12 bulan.

Pengukuran Piutang:
Pengukuran piutang pendapatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan surat ketetapan kurang bayar yang diterbitkan.
2. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang telah ditetapkan terutang oleh majelis hakim mahkamah pertimbangan pajak.
3. Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang masih proses banding atas keberatan dan belum ditetapkan oleh majelis hakim mahkamah pertimbangan pajak.

b).Piutang Berdasarkan Perikatan.

Jenis-jenis piutang berdasarkan perikatan disajikan menurut bentuk perikatan yang mendasarinya, yaitu: pemberian pinjaman, jual beli, pemberian jasa dan kemitraan.

-Pemberian Pinjaman
Jenis-jenis pinjaman yang diberikan oleh Pemerintah Pusat antara lain:
a. Piutang yang timbul dari penerusan pinjaman luar negeri (Subsidiary Loan Agreement/SLA) yaitu Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD).
b. Piutang yang timbul dari Dana Bergulir.
c. Piutang yang timbul karena Bantuan Bea Siswa.
Piutang yang timbul dari tagihan atas pemberian pinjaman harus diklasifikasi berdasarkan jatuh temponya sehingga dapat dibedakan yang diklasifikasikan pada aset lancar dan aset non lancar. Tagihan pemberian pinjaman yang belum dilunasi sampai dengan akhir tahun anggaran dan yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan berikutnya dikelompokkan sebagai aset lancar.

-Penjualan
Pemindah tanganan barang milik negara (BMN)/daerah dapat dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku. Timbulnya Piutang atau hak untuk menagih pada akhir periode pelaporan, harus didukung dengan bukti yang sah mengenai pemindahan BMN/daerah.

Tagihan atau penjualan barang secara cicilan/angsuran tersebut, pada setiap akhir periode akuntansi harus dilakukan reklasifikasi dalam dua kelompok yaitu (1) kelompok jumlah yang jatuh tempo pada satu periode akuntansi berikutnya, dan (2) kelompok jumlah yang akan jatuh tempo melibihi satu periode akuntansi berikutnya. Terhadap kelompok (1) disajikan sebagai aset dengan akun Bagian Lancar Tagihan Penjualan Anggaran dan kelompok (2) sebagai Tagihan Penjualan Angsuran pada Aset lainnya.

-Kemitraan:
Kemitraan adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki. Bentuk kemitraan tersebut antara lain berupa Bangun, Serah, Kelola (BSK) dan Bangun, Kelola, Serah (BKS) dan terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kerja sama tersebut harus dituangkan dalam satu naskah perjanjian.
Berdasarkan naskah perjanjian kemitraan, dapat diketahu adanya hak tagih pemerintah atau piutang atas peristiwa ini timbul apabila terdapat hak pemerintah yang dapat dinilai dengan uang yang sampai dengan berakhirnya periode pelaporan belum dilunasi oleh mitra kerja samanya dan dicatat sebagai aset di neraca pemerintah.

-Pemberian Fasilitas/Jasa:
Bentuk pemberian fasilitas/jasa oleh Pemerintah, pada umumnya berupa antara lain penyewaan Gedung Kantor, Rumah Dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah.
Persyaratan sewa menyewa tersebut harus dituangkan dalam naskah perjanjian sewa menyewa, dengan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing dengan jelas selama masa manfaat.
Berdasarkan naskah perjanjian sewa menyewa tersebut apabila ada hak tagih atas pemberian fasilitas/jasa tersebut pada setiap akhir periode akuntansi, maka dapat dicatat sebagai piutang di neraca.

Pengakuan Piutang :
Peristiwa-peristiwa yang menimbulkan hak tagih yaitu peristiwa yang timbul dari pemberian pinjaman, penjualan, kemitraan dan pemberian fasilitas/jasa, dapat diakui sebagai piutang dan dicatat sebagai aset di neraca, apabila memenuhi kriteria:
1. Harus didukung dengan naskah perjanjian yang menyatakan hak dan kewajiban secara jelas;
2. Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan.
3. Belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

Pengukuran:
Pengukuran atas peristiwa-peristiwa yang menimbulkan piutang yang berasal dari perikatan, adalah sebagai berikut :

Piutang pemberian pinjaman dinilai dengan jumlah yang dikeluarkan dari kas negara/daerah dan atau apabila berupa barang/jasa harus dinilai dengan wajar pada tanggal pelaporan atas barang/jasa tersebut. Apabila dalam naskah perjanjian diatur mengenai kewajiban bunga, denda, commitment fee dan/atau biaya-biaya pinjaman lainnya, maka pada periode akhir pelaporan harus diakui adanya kewajiban dimaksud pada periode berjalan yang terutang.
Piutang dari penjualan diakui sebesar nilai sesuai dengan nilai menurut naskah perjanjian penjualan yang terutang. Apabila dalam perjanjian dipersyaratkan adanya potongan pembayaran, maka nilai piutang harus dicatat sebesar nilai bersihnya.

Piutang yang timbul dari kemitraan diakui berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjian kemitraan.
Piutang yang timbul dari pemberian fasilitas/jasa diakui berdasarkan fasilitas atau jasa yang telah diberikan oleh pemerintah pada akhir periode pelaporan, dikurangi dengan pembayaran atau uang muka yang telah diterima.

c.Piutang Transfer Antar Pemerintahan.

Piutang transfer dapat timbul sebagai akibat perbedaan waktu antara timbulnya hak dan saat dilaksanakannya transfer. Jika pada saat tanggal laporan keuangan suatu hak transfer yang seharusnya sudah dibayarkan kepada suatu entitas pelaporan oleh entitas yang lain, maka entitas pelaporan tersebut akan mencatat hal tersebut sebagai piutang transfer.
Transfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda baik provinsi/kabupaten/kota yang sejauh telah diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan terdiri dari transfer DBH, DAU, DAK dan Dana Otonomi Khusus.

Pengakuan Piutang.
Piutang DBH dihitung berdasarkan hasil realisasi pajak dan hasil sumber daya alam yang menjadi bagian daerah yang belum ditransfer. Nilai definitif jumlah yang menjadi bagian daerah ditetapkan menjelang akhir tahun anggaran. Jika alokasi definitif menurut Surat Keputusan Menkeu telah ditetapkan, tetapi masih ada bagian daerah yang belum ditransfer hingga akhir tahun anggaran, maka jumlah yang belum ditransfer tersebut harus dicatat sebagai piutang oleh Pemda yang bersangkutan.

DAU bagi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan dalam pelaksanaannya daerah menerima 1/12 setiap bulan dari jumlah alokasi DAU Pemda yang bersangkutan. Pada akhir tahun anggaran apabila masih ada dana yang belum ditransfer, yang merupakan perbedaan antara alokasi DAU dan realisasi yang telah ditransfer, maka jumlah perbedaan dimaksud dapat dicatat sebagai piutang oleh Pemda yang bersangkutan kepada pemerintah pusat.

Dalam hal Pemda telah mengirim klaim pembayaran/transfer DAK dan sesuai jadualnya pemerintah pusat belum melakukan trasfer, maka pada saat itu dapat diakui telah timbul piutang kepada pusat. Jumlah piutang yang diakui oleh Pemda adalah sebesar jumlah klaim yang belum ditransfer oleh pemerintah pusat.

Dana Otonomi Khusus (Otsus) diberikan secara bertahap. Dalam hal Pemda telah mengirim klaim pembayaran dan sesuai jadualnya pemerintah pusat belum melakukan transfer, maka pada saat itu dapat diakui telah timbul piutang kepada pusat yang jumlahnya sebesar klaim yang belum ditransfer.

Pengukuran :
Pengukuran piutang transfer adalah sebagai berikut:
1. DBH disajikan sebesar nilai yang belum diterima sampai dengan tanggal pelaporan dan setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan transfer yang berlaku;
2. DAU Provinsi/Kab/Kota, dalam hal estimasi pendapatan yang ditargetkan dalam APBN ternyata melibihi dari realisasi penerimaan dalam negeri;
3. DAK, dalam hal beban pendampingan telah dilaksanakan dan pelaksanaan kegiatan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

d.Piutang Karena Tuntutan Ganti Rugi (TGR)

Kemungkinan terjadi adanya peristiwa yang menimbulkan hak tagih yang disebabkan karena pelaksanaan tuntutan ganti rugi yang telah diputuskan / ditetapkan oleh pihak yang berwenang karena adanya kerugian negara/daerah.
Piutang karena TGR dapat dikelompokkan menurut sumber timbulnya TGR, yaitu :

1. TGR merupakan piutang yang timbul karena pengenaan ganti kerugian negara/daerah oleh atasan langsung pegawai negeri kepada pegawai negeri bukan bendahara, sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya.

2. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dikenakan kepada Bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian Negara/daerah dan TP dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pengakuan :
Peristiwa yang menimbulkan hak tagih berkaitan dengan TP/TGR, harus didukung dengan bukti Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) yang menunjukkan bahwa penyelesaian atas TP/TGR dilakukan dengan cara damai (di luar pengadilan). SKTM merupakan surat keterangan tentang pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab seseorang dan bersedia mengganti kerugian tersebut. Apabila penyelesaian TP/TGR tersebut dilaksanakan melalui jalur pengadilan, pengakuan piutang baru dilakukan setelah ada surat ketetapan dan telah diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Pengukuran:
Pengukuran piutang ganti rugi berdasarkan pengakuan yang dikemukakan diatas, dilakukan sebagai berikut :
1. Disajikan sebagai aset lancar sebesar nilai yang jatuh tempo dalam tahun berjalan dan yang akan ditagih dalam 12 bulan ke depan berdasarkan surat ketentuan penyelesaian yang telah ditetapkan.
2. Disajikan sebagai aset lainnya terhadap nilai yang akan dilunasi diatas 12 bulan berikutnya.

3.Penagihan, Penghapustagihan dan Penghapusbukuan piutang.
-Penagihan Piutang :
Pelaksanaan penagihan piutang pajak mengikuti ketentuan UU No.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahu Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Tahapan Penagihan : 1.WP diberi Surat Teguran;
2.Diberitahukan Surat Paksa;
3.Diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
4.Jadual Eksekusi.
Jadual Waktu Penagihan :
1. Surat Peringatan atau Teguran, 7 hari setelah jatuh tempo;
2. Surat Paksa 21 hari setelah peringatan atau teguran;
3. Penyitaan ( 2X 24 jam) setelah Surat Paksa;
4. Pengumuman Lelang 14 hari setelah penyitaan;
5. Lelang – 14 hari setelah pengumuman Lelang.

Berkaitan dengan Piutang Negara selain piutang pajak, penagihannya diselesaikan terlebih dahulu oleh instansi Pemerintah Pusat. Dalam hal upaya penagihan tidak dimungkinkan dan Penanggung Utang kepada Negara tetap tidak melunasi utang sebagaimana mestinya, maka penagihan atau penanganan piutang tersebut diserahkan kepada PUPN.

-Penghapustagihan Piutang
Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam :
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
e. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT)
g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Semua transaksi yang mengakibatkan timbulnya piutang harus dikelola dengan baik agar kualitas tagihan secara hukum dan ekonomik dapat dioptimalkan. Penghapustagihan adalah sebuah keputusan yang sensitif, penuh dengan konsekuensi ekonomik, kemungkinan hilangnya hak tagih/hak menerima tagihan.

Oleh karena itu, penghapustagihan suatu piutang harus berdasarkan berbagai kriteria, prosedur dan kebijakan yang menghasilkan keputusan hapus tagih. Upaya penagihan yang dilakukan oleh satker yang berpiutang sendiri gagal maka satker yang bersangkutan tidak diperbolehkan menghapuskannya sendiri tetapi harus mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu penagihannya dilimpahkan ke PUPN.

Sementara itu, satker yang bersangkutan tetap mencatat piutangnya di neraca dengan diberi catatan bahwa penagihannya dilimpahkan ke PUPN. Setelah melalui mekanisme penagihan lewat PUPN tersebut tidak berhasil, maka berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari PUPN dapat dilakukan penghapustagihan.

Sesuai ketentuan dalam UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menkeu berwenang menghapuskan piutang sampai dengan Rp.10 milyar, Presiden berwenang menghapuskan piutang sampai dengan Rp.100 milyar, dan diatas Rp.100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Kriteria Penghapustagihan Piutang.
1. Penghapustagihan karena mengingat jasa-jasa pihak yang berhutang kepada negara, untuk menolong pihak berhutang dari keterpurukan lebih dalam. Misalnya kredit UKM yang tidak mampu membayar.
2. Penghapustagihan sebagai suatu sikap menyejukkan membuat citra penagih menjadi lebih baik, memperoleh dukungan moril lebih luas.
3. Penghapustagihan sebagai sikap berhenti menagih menggambarkan situasi tak mungkin tertagih melihat kondisi pihak tertagih.
4. Penghapustagihan untuk restrukturisasi penyehatan hutang, misalnya penghapusan denda, tunggakan bunga dikapitalisasi menjadi pokok kredit baru, ditambah rescheduling dan penurunan tarif bunga kredit.
5. Penghapustagihan setelah semua ancangan dan cara lain gagal atau tidak mungkin diterapkan. Misalnya kredit macet dikonversi menjadi saham/ekuitas/penyertaan, dijual (anjak piutang), jaminan dilikuidasi/dilelang.
.
-Penghapusbukuan Piutang
Penghapusbukuan Piutang merupakan konsekuensi penghapustagihan piutang. Penghapusbukuan piutang dibuat berdasar berita acara atau keputusan pejabat yang berwenang untuk menghapustagih piutang. Keputusan dan/atau Berita Acara merupakan dokumen yang sah untuk bukti akuntansi penghapusbukuan.

Kriteria Penghapusbukuan.
1. Penghapusbukuan harus memberi manfaat yang lebih besar daripada kerugian penghapusbukuan.
a. Memberi gambaran obyektif tentang kemampuan keuangan entitas akuntansi dan entitas pelapor.
b. Memberi gambaran ekuitas lebih obyektif, tentang penurunan ekuitas.
c. Mengurangi beban administrasi/akuntansi, untuk mencatat hal-hal yang tidak mungkin terealisasi tagihannya.
2. Perlu kajian yang mendalam tentang dampak hukum dari penghapusbukuan pada neraca pemerintah, apabila perlu, sebelum difinalisasi dan diajukan kepada pengambil keputusan penghapusbukuan.
3. Penghapusbukuan berdasarkan keputusan formal otoritas tertinggi yang berwenang menyatakan hapus tagih perdata dan atau hapus buku (write off). Pengambil keputusan penghapusbukuan melakukan keputusan reaktif (tidak berinisiatif), berdasar suatu sistem nominasi untuk dihapusbukukan atas usulan berjenjang yang bertugas melakukan analisis dan usulan penghapusbukuan tersebut.

4.Penatausahaan Piutang:
Penatausahaan piutang negara dilakukan sesuai dengan jenis piutang atau sumber dari piutang negara tersebut, yang meliputi:
a. Piutang berdasarkan pungutan pendapatan negara, yang terdiri dari :
1.Piutang pajak Pemerintah Pusat; 2.Piutang PNBP.
b. Piutang berdasarkan perikatan:
1.Pemberian Pinjaman; 2.Penjualan; 3.Kemitraan;4.Pemberian Fasilitas/Jasa.
c. Piutang Transfer Antar Pemerintahan.
d. Piutang karena Tuntutan Ganti Rugi.

Pelaksanaan penatausahaan piutang pajak dilakukan oleh masing-masing Kantor Pelayanan Pajak/Kanwil DJP/Kantor Pusat DJP.Penatausahaan PNBP dilakukan oleh setiap Satker / Kementerian / Lembaga. Piutang berdasarkan perikatan ditatausahakan oleh masing-masing satker/ Kementerian/Lembaga yang terkait dengan pemberian pinjaman, penjualan, mengadakan kemitraan dan memberikan fasilitas/jasa kepada pihak lain. Piutang karena transfer ke daerah ditatausahakan oleh masing-masing Pemda provinsi/kabupaten/kota yang mempunyai piutang kepada Pempus dan piutang karena TGR, ditatausahakan K/L terkait adanya TGR.


Pertemuan (TM) VI, 6 Nopember 2014
Manajemen Inventori, Investasi dan Utang Jangka Pendek:

1. Penyediaan Inventori;
2. Evaluasi penilaian investasi dan strateginya;
3. Optimalisasi dana fihak ketiga (utang jangka pendek);

RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-VI

1.Penyediaan inventori (persediaan) ;

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan merupakan aset yang berupa :
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;
b. Barang atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam kegiatan pemerintah, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.

Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan barang yang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan barang bekas pakai. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi. Barang hasil produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan,contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.

Persediaan dapat terdiri dari: barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, penyediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis seperti cadangan energi atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan, barang-barang tersebut diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi fisik.

Persediaan disajikan sebesar : biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian, biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri, nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

2.Evaluasi Penilaian investasi dan strateginya;

Investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu, untuk menghasilkan pengembalian diakhir periode sebagai kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan ( Reilly and Brown,2005)

Investasi adalah suatu pengorbanan harta pada saat ini untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang (Sharpe,1987)

Berdasarkan dua definisi tersebut pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam satu bidang tertentu selama suatu periode waktu dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang.

Menurut SAP (PP.No.71/2010) investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, terdiri dari investasi jangka pendek dan jangka panjang. Investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang termasuk investasi jangka pendek, sedangkan apabila lebih 12 (dua belas) bulan termasuk investasi jangka panjang Investasi jangka pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset non lancar.

Manfaat sosial adalah manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu.
Pemerintah melakukan investasi antara lain untuk memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.

Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a. Dapat segera diperjual belikan/dicairkan;
b. Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
c. Berisiko rendah.
Instrumen-instrumen yang tersedia untuk penempatan dana surplus kas meliputi:
- Penempatan kas di bank sentral;
- Penempatan kas di bank komersial;
pada deposito over night (1-3 hari)
pada Deposit on Call yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pemberitahuan di awal.
pada Deposito Berjangka yang dapat ditarik pada tanggal jatuh tempo.
- Pembelian obligasi pemerintah dari pasar sekunde dan/atau;
- Repo/Reverse Repo.

Investasi Pemerintah (dalam jangka panjang) adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi,sosial dan/atau manfaat lainnya.
Tujuan Investasi Pemerintah : untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Azas-azas Investasi Pemerintah ialah azas fungsional, azas kepastian hukum, azas efisiensi, azas akuntabilitas dan azas kepastian nilai.

Pihak-pihak yang terkait dengan Investasi Pemerintah:
a. Menteri Keuangan selaku Pengelola Investasi (Bendahara Umum Negara)
b. Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga.
c. Sekretariat Jenderal Kemenkeu (PIP), Direktur Jenderal Anggaran/Direktur Jenderal Perbendaharaan.
d. Badan Investasi Pemerintah (BIP)
e. Badan Usaha (PT, BUMN, BUMD dan Koperasi)
f. Badan Layanan Umum (BLU) /BLUD terkait
g. Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP).
h. Dewan Pengawas. dan i. Penasihat Investasi.

Kewenangan pengelolaan Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menkeu selaku BUN meliputi kewenangan regulasi, supervisi dan operasional.
Kewenangan Regulasi.
Menkeu selaku Pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab :
a. Merumuskan kebijakan, mengatur dan menetapkan Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah;
b. Menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah; dan
c. Menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek penyediaan Investasi Pemerintah dalam hal ini terdapat penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Investasi.
Kewenangan Supervisi (Menkeu membentuk Komite Investasi Pemerintah/KIP).
Menkeu selaku Pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggungjawab:
a. Melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah;
b. Memonitor pelaksanaan Investasi Pemerintah yang terkait dukungan Pemerintah;
c. Mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan keuntungan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam jangka waktu tertentu;
d. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan dengan Investasi Langsung dalam penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya termasuk apabila terjadi kegagalan pemenuhan kerjasama.
Kewenangan Operasional (Menkeu membentuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk satker/badan hukum).
Lingkup Manajemen Investasi Pemerintah terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggung jawaban, pengawasan dan divestasi.

Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
Salah satu Badan Investasi Pemerintah, yaitu Pusat Investasi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) didirikan sejak 2007 sebagai operator Investasi Pemerintah yang berkedudukan dibawah Menkeu (Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan).
Tugas Pokok PIP adalah:
Melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menkeu dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber dana PIP untuk melaksanakan kegiatan Investasi Pemerintah, yaitu dari APBN, keuntungan investasi terdahulu, amanah dari pihak lain, dan sumber lainnya yang sah.

Perencanaan Investasi Pemerintah:
Perencanaan Investasi oleh BIP diatur sesuai dengan prinsip kehati-hatian sehingga tujuan Investasi Pemerintah terlaksana dengan efektif dan efisien.
Perencanaan Investasi Pemerintah meliputi:
(a) Perencanaan Investasi yang diusulkan oleh Badan Investasi Pemerintah dan
(b) Perencanaan Kebutuhan Investasi Pemerintah dari APBN disusun setiap tahun anggaran dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Perencanaan Investasi Pemerintah pada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) :
PIP membuat usulan rencana investasi setiap tahun untuk pelaksanaan investasi tahun anggaran berikutnya yang diajukan kepada Menteri Keuangan dilengkapi dengan alasan dan pertimbangan.
Perencanaan investasi pemerintah dituangkan ke dalam Rencana Kegiatan Investasi (RKI) yang memuat :
- Rencana Investasi pembelian Surat Berharga / Investasi Langsung.

Perencanaan Kebutuhan Investasi dari APBN:
Dirjen.Perbendaharaan menyampaikan besaran anggaran kebutuhan dana kepada Menkeu cq Dirjen.Anggaran sebagai usulan penyediaan dana Investasi Pemerintah yang berasal dari APBN. Dana tersebut akan disediakan dalam DIPA PIP sebagai dasar pelaksanaan investasi pemerintah.

Pelaksanaan Investasi Pemerintah:
Tujuan dari pelaksanaan investasi pemerintah adalah memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi tersebut merupakan salah satu wujud peran pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum, sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945.

Pelaksanaan investasi Pemerintah dilakukan oleh BIP dengan persetujuan Menkeu.
Pelaksanaan investasi Pemerintah dengan cara pembelian surat berharga, dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan berupa deviden, bunga, capital gain, dan pertumbuhan nilai perusahaan.
Pelaksanaan Investasi Langsung dapat dilakukan dengan cara kerjasama investasi BIP dengan pola kerjasama Pemerintah dan swasta (Public Private Partnership), selain pola kerjasama Pemerintah. Pelaksanaan Investasi Langsung dilakukan melalui penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman yang dilakukan oleh BIP dengan Badan Usaha, BLU,Pemprov/kab/kota, BLUD dan/atau badan hukum asing dengan prinsip menitikberatkan pada sumber dana komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana pemerintah.

Divestasi adalah penjualan Surat Berharga dan/atau kepemilikan Pemerintah, baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain. Pada prinsipnya investasi yang dilakukan oleh BIP akan berakhir melalui divestasi baik untuk Investasi surat berharga maupun untuk Investasi Langsung. Divestasi terhadap surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan BIP untuk investasi berikutnya yang lebih menguntungkan. Sedangkan divestasi atas Investasi Langsung dimaksudkan untuk diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastruktur dan bidang lainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat.

Metode penilaian investasi :
a. Metode Payback Period (Periode Pengembalian) adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase, tapi satuan waktu. Kalau periode payback ini lebih pendek dari pada yang dipersyaratkan maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama proyek ditolak.
b. Metode Net Present Value, metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow ) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar dari pada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima. Sedangkan apabila nilainya kecil (NPV negative) proyek ditolak karena tidak menguntungkan.
c. Metode Internal Rate of Return, metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari pada tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan) maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan.
d. Metode Provitability Index, metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau Provitability Index (PI) nya lebih besar dari pada 1, maka proyek dikatakan menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV , maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dipergunakan.

3.Optimalisasi dana fihak ketiga (utang jangka pendek);

Pinjaman/utang pemerintah diperlukan untuk membiayai defisit APBN, penyediaan arus kas jangka pendek dan refinancing utang lama. Utang pemerintah merupakan konsekuensi dari postur APBN kita yang dengan sengaja menerapakan pola defisit. Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN dan untuk membiayai kembali utang yang telah jatuh tempo (debt refinancing). Sehubungan dengan itu debt refinancing dilakukan dengan term and condition (biaya dan resiko) utang baru yang lebih baik.

Berkenaan dengan itu, manajemen utang pemerintah (jangka panjang) diarahkan untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya dan resiko yang rendah, jangka waktunya panjang dan tidak ada ikatan politik. Untuk jangka pendek, pemanfaatan dana fihak ketiga diperuntukkan bagi penyediaan arus kas jangka pendek.

Jenis utang pemerintah terdiri dari :
1. Surat Berharga Negara (SBN) dalam rupiah atau valas;
Surat Utang Negara
*Surat Perbendaharaan Negara (SPN-Treasury Bills) SUN jangka pendek (s.d 12 bulan);
*Obligasi Negara (SUN lebih dari 12 bulan).
Surat Berharga Negara Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah atau valas.
2. Pinjaman (Pinjaman Luar Negeri dan Pinjaman Dalam Negeri).

Berdasarkan kebutuhan pembiayaan APBN, sumber dana akan dipenuhi melalui penerbitan/penarikan utang tunai dan pembiayaan kegiatan/proyek yang meliputi SBN Domestik, SBN Valas dan Pinjaman LN/DN.
SBN Domestik lebih dipilih karena hal ini dilakukan untuk mendorong terciptanya investment-oriented society, meningkatkan likuiditas pasar SBN rupiah dengan menyediakan supply SBN yang memadai.

SPN – Treasury Bills merupakan SUN berjangka waktu 12 bulan dengan pembayaran bunga diskonto. SPN diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan instrumen pasar uang sebagai alat pengelolaan kas. Pada 2014 SPN diterbitkan untuk tenor 3 bulan dan 12 bulan.

Obligasi Negara (ON) merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan. ON diterbitkan dengan tingkat bunga tetap (fixed rate)dan tingkat bunga mengambang (variable rate).

Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) dengan tenor kurang dari 1 tahun atau lebih. Pada saat ini Sukuk yang ada memiliki tenor 6 bulan dan lebih dari 1 tahun.


Pertemuan (TM) VII, 13 November 2014
Analisis Laporan Keuangan Pemerintah:

1. Hubungan LRA, LO, Neraca, SILPA dan Ekuitas;
2. Analisis Neraca;
3. Analisis LO dan LRA;
4. Analisis Arus Kas.
----------------------------------------------------------------------------------------------
RBK (Ringkasan Bahan Kuliah) MKP TM-VII

Laporan Keuangan Pemerintah (LKP):.

LKP sebagai bentuk pertanggung jawaban merupakan sarana penting mengkomunikasikan keadaan keuangan. LKP menjadi tolok ukur dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya terkait dengan apakah pendapatan dan belanja negara benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Kualitas LKP salah satunya tercermin dalam opini yang merupakan pernyataan profesional auditor. LKP yang baik akan mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disusun oleh Menkeu selaku pengelola fiskal berdasarkan konsolidasian dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN). LKKL tersebut disusun oleh setiap Menteri/ Pimpinan Lembaga dan LK-BUN disusun oleh Menkeu selaku BUN serta disajikan sesuai SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) dan dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) dan BAS .(Bagan Akun Standar).

Dalam rangka pencapaian LKP dengan kualitas terbaik secara berkelanjutan diperlukan adanya langkah-langkah perbaikan terus menerus terutama dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Langkah nyata yang perlu dilakukan dalam proses pembuatan LKP antara lain dengan :
a. Menyempurnakan metode pencatatan dan sistem akuntansi dalam rangka pelaporan keuangan pemerintah;
b. Memperbaiki proses penyusunan LK-BUN;
c. Penyempurnaan sistem dan aplikasi administrasi penerimaan negara;
d. Penertiban rekening pada K/L dan penatausahaan barang milik negara (BMN) yang meliputi inventarisasi, penilaian kembali dan sertifikasi;
e. Penertiban pengelompokan jenis belanja dalam penganggaran;
f. Peningkatan kualitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan diseluruh K/L dan Pemda.

Jenis-jenis LKP tergantung pada SAP yang digunakan. Untuk SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, basis akuntansi yang digunakan dalam LKP yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana.
LKP menggunakan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, komponen LKP terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Sedangkan LKP menggunakan SAP Berbasis Akrual, komponen LKP terdiri dari : LRA, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

1. Hubungan antara LRA, LO, Neraca, SILPA dan Ekuitas.

a. LRA (Laporan Realisasi Anggaran) mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN. LRA menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam satu periode pelaporan. LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut : pendapatan LRA, belanja, transfer, surplus/defisit LRA, pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya ekonomi ;
b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

LRA dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi :a) Telah dilaksanakan secara efisien,efektif dan hemat; b) Telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); c) Telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan per-UU an.

Catatan:
Appropriasi merupakan anggaran yang disetujui oleh DPR/DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada presiden/gubernur/bupati/walikota untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
Allotment (Otorisasi Kredit Anggaran) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dari appropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari RKUN/D guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode otorisasi tersebut.
Pendapatan LRA adalah semua penerimaan RKUN/D yang menambah Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimasukkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Saldo Anggaran Lebih (SAL) adalah gunggungan saldo yang berasal dari akumulasi SILPA/SIKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperlukan.
SILPA/SIKPA – Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan LRA dan belanja serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan.
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : saldo anggaran lebih awal, penggunaan saldo anggaran lebih, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan sado anggaran lebih akhir. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam CaLK.

c. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca;
Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 bulan. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang.
Informasi tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset non keuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar atau nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : a) kas dan setara kas, b) investasi jangka pendek, c) piutang pajak dan bukan pajak, d) persediaan, e) investasi jangka panjang, f) aset tetap, g) kewajiban jangka pendek, h) kewajiban jangka panjang dan i) ekuitas.

d. Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan LO, beban dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya. LO dibutuhkan pengguna laporan untuk mengevaluasi pendapatan LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan sebagai informasi :
a) Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
b) Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
c) Yang berguna dalam memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan Pemerintah Pusat/Daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
d) Mengenai penurunan ekuitas(bila defisit operasional) dan peningkatas ekuitas (bila surplus operasional).

LO disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full acrual accounting cycle) sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Catatan :
Pendapatan LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.

e. LAK (Laporan Arus Kas) menyajikan informasi mengenai sumber penggunaan, perubahan kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan bedasarkan aktifitas operasi, investasi aset non keuangan, pendanaan dan transitori.
Informasi Arus Kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. LAK juga menjadi alat pertanggung jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, LAK memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

f. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos : ekuitas awal, surplus/defisit LO periode bersangkutan, koreksi-koreksi yang langsung menambah atau mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi yang mendasar misalnya koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode sebelumnya atau perubahan nilai aset tetap kerena revaluasi aset tetap dan ekuitaas akhir.

g. CaLK (Catatan atas Laporan Keuangan), agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami secara luas tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalah pahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas sajian laporan keuangan harus dibuat CaLK yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

Hubungan antar laporan :
Laporan Pelaksanaan Anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL);
Laporan financial terdiri dari Neraca, LO, LPE dan LAK;
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

LRA berisi pendapatan dan belanja tetap disajikan berdasarkan basis kas, yang berarti bahwa pendapatan dan belanja tersebut akan diakui setelah masuk/ keluar dari RKUN. Menurut Kerangka Konseptual, hal ini disebabkan karena proses penyusunan anggaran masih menggunakan basis kas. Selisih pendapatan dan belanja ditambah/dikurangi dengan pembiayaan untuk mendapatkan nilai SILPA. SILPA ini selanjutnya akan diperhitungkan dalam LPSAL.

LRA terkoneksi dengan LPSAL melalui saldo akun SILPA. Pada akhir tahun akun pendapatan LRA dan Belanja akan ditutup ke akun Surplus/Defisit, sedangkan akun penerimaan dan pengeluaran pembiayaan akan ditutup ke akun pembiayaan netto. Selanjutnya akun Surplus/Defisit dan akun pembiayaan netto akan ditutup ke akun SILPA. Pada akhirnya akun SILPA akan ditutup ke akun Saldo Anggaran Lebih.

Konsep full acrual dalam jurnal akuntansi pemerintah tercermin dalam LO. LO ini berisi pendapatan dan beban (bukan belanja) yang diakui secara akrual dengan tidak menunggu adanya kas yang masuk/keluar dari RKUN, termasuk pula didalamnya pos-pos kejadian luar biasa yang sebelumnya tidak diakomodasi dalam PP.No.24/2005. Dari LO ini nantinya akan diakui surplus/defisit secara akrual yang akan masuk ke LPE yang akan menentukan ekuitas akhir pemerintah di Neraca.

Neraca terkoneksi dengan Laporan Perubahan Ekuitas dan LO melalui akun Surplus/Defisit LO. Akun Surplus/Defisit LO akan menambah/mengurangi saldo akun ekuitas awal dalam LPE. Angka saldo akhir ekuitas dalam LPE harus sama dengan angka saldo Ekuitas di Neraca.

Analisis Laporan Keuangan (ALK) Pemerintah
ALK merupakan analisis yang dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Dalam melakukan analisis, setiap pengguna laporan harus mengidentifikasi informasi yang harus dipilih untuk dianalisis, teknik analisis yang tepat, ruang lingkup, kedalaman analisis dengan menggunakan pertimbangan yang cermat agar dapat memperoleh informasiyang diinginkan untuk mendukung keputusan-keputusan yang diambilnya.

Pengguna Laporan Keuangan terdiri dari :Masyarakat, para Wakil Rakyat, Lembaga Pengawas dan Lembaga Pemeriksa, Pemberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman, Manajemen Pemerintah.

Tujuan Analisis :
Meyakini bahwa pemerintah telah melaksanakan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Mengukur dan mengevaluasi kinerja pemerintah;
Mengukur potensi pendapatan atau sumber ekonomi;
Mengetahui kondisi keuangan;
Mengetahui kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya,
Terkait permasalahan yang dihadapi, semakin berat dan rumit permasalahannya diperlukan analisis yang semakin mendalam dengan menggunakan berbagai teknik yang dan metode analisis. Metode Analisis terdiri dari : a). Analisis Horizontal, dilaksanakan dengan membandingkan angka-angka dalam suatu LKKL dengan KL lainnya, antara pemerintah dan pemerintah lainnya. b).Analisis Vertikal, dilaksanakan dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lain dalam LK yang sama.

Teknik Analisis LK meliputi : a). Analisis Perubahan LK, b).Analisis Persentase per Komponen, c). Analisis Trend, d).Analisis Rasio, e).Analisis Ketaatan terhadap peraturan.

Analisis Keterkaitan antar Laporan Keuangan.
LRA dan Neraca :
- SILPA dan SAL.
- Belanja Modal vs Mutasi Tambah Aset Tetap.
- Pembiayaan utang/obligasi vs Mutasi saldo utang.
LRA dan LAK :
- Pendapatan negara dan hibah.
- Belanja negara.
- Pembiayaan.
Neraca dan LAK :
- Saldo Kas.

2.Analisis Neraca (Telaah Neraca) pada LKKL atau LK Satker, antara lain :

Kas di Bendahara Pengeluaran :
- Kas di Bendahara Pengeluaran = Uang Muka dari KPPN.
- Minus (kurang)
-SPM/SP2D UP/TUP ada yang belum direkam.
-Kelebihan pengembalian UP.
- Terlalu Besar
-SPM GU Nihil masih ada yang belum direkam.
-SSBP berupa pengembalian UP belum direkam.
- Kas di Bendahara Pengeluaran hanya memuat kas UP.

Kas lainnya dan setara kas :
Kas lainnya di Bendahara Pengeluaran lazimnya terdiri dari :
- Bunga jasa giro yang belum disetor ke Kas Negara.
- Pungutan pajak yang belum disetor ke Kas Negara.
- Penerimaan hibah langsung berupa kas (dalam/luar negeri).
- Belanja yang tidak jadi direalisir atau pengembalian belanja.
- Belanja gaji/honor yang belum dibayarkan kkepada yang berhak.

Kas di Bendahara Penerima :
- Cermati apakah pada tanggal neraca masih terdapat kas di Bendahara Penerimaan (kas yang diterima dari PNBP) yang belum disetor ke kas negara
- Jika ada sajikan nilai kas tersebut di Neraca sebesar nilai yang ada pada Bendahara Penerimaan.
- Akun Kas di Bendara Penerima = Pendapatan yang ditangguhkan.
Persediaan :
- Laporan persediaan diperoleh dari Bagian Perlengkapan.
- Persediaan dilaporkan semerteran dan tahunan berdasarkan hasil opname fisik.
- Nilai yang disajikan pada Neraca adalah nilai perolehan terakhir.
- Persediaan= Cadangan Persediaan.

Aset Tetap :
- Nilai aset tetap non KDP di neraca seharusnya sama dengan total nilai BMN di LBMN intrakomptabel.
- Bandingkan pertambahan nilai aset tetap di neraca dengan Realisasi Belanja Modal pada LRA.
- Jika akuntansi BMN masih dikerjakan secara manual, periksa kebenaran mapping antara LBMN dengan akun Aset Tetap di Neraca.
- Total nilai aset tetap harus sama dengan nilai akun "Diinvestasikan Dalam Aset Tetap".

Analisis terhadap berbagai informasi yang ada dalam Laporan Keuangan dapat dilakukan dengan berbagai teknik analisis,seperti Analisis Perubahan LK, Analisis Persentase per Komponen, Analisis Trend, Analisis Rasio, dan Analisis Ketaatan terhadap peraturan. Penggunaan teknik analisis disesuaikan dengan maksud dilakukannya analisis dan informasi yang diharapkan.

3.Analisis LO dan LRA (dalam LKKL/Satker) :

LO pada dasarnya adalah LRA yang disusun dengan basis akrual, sementara LRA merupakan bagian dari Laporan Pelaksanaan Anggaran (LPA) disusun menggunakan basis kas. Dari LO ini akan diakui surplus/defisit secara akrual yang akan masuk ke LPE yang akan menentukan ekuitas akhir pemerintah di Neraca.

LO mempunyai nilai prediktif karena informasinya dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah dalam periode mendatang. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan analisis kecenderungan (trend) terhadap komponen LO ,misalnya pendapatan LO, beban dan surplus/defisit operasional.

Unsur yang perlu dianalisis dalam LRA :
- Pendapatan negara dan hibah, antara lain;
-Pendapatan perpajakan (hanya ada di Kemenkeu)
-PNBP- Bagian laba BUMN (hanya ada di LKBUN).
-Pastikan seluruh PNBP telah dilaporkan dan saldonya telah disetor ke KN.
-Penerimaan hibah disampaikan kepada DJPU untuk dilaporkan pada LKBUN
pada LKKL hanya mengungkapkannya secara memadai.

- Belanja negara, antara lain;
-Realisasi Belanja Modal (53) pada tahun anggaran yang bersangkutan perlu
diperbandingkan dengan perubahan (kenaikan) saldo Aset Tetap.
-Pembayaran bunga utang (54) hanya ada di BA 999.01 dan BA 015.
-Dalam Belanja Lain-lain (58) terdapat unsur pembelian aset.

4.Analisis Arus Kas

Manfaati Laporan Arus Kas antara lain:
a) Sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya.
b) Sebagai alat pertanggung jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
c) Memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

Untuk dapat membuat taksiran yang lebih tepat dan hal ini sangat berguna dalam menjaga ketersediaan likuiditas dimasa berikutnya, dapat digunakan analisis kecenderungan (trend) terhadap arus kas pada periode-periode sebelumnya. Dari analisis trend yang dilakukan terhadap arus kas tersebut dapat dimanfaatkan untuk:

Mengetahui penyebab terjadinya surplus/defisit anggaran;
Mengetahui kemampuan fiskal pemerintah dimasa yang akan datang.
Memprediksi kesinambungan fiskal pemerintah dalam pelaksanaan pemberian pelayanan publik.


Lihat lebih banyak...

Komentar

Hak Cipta © 2017 CARIDOKUMEN Inc.