Teori Kepemimpinan
Deskripsi Singkat
TUGAS PENGANTAR MANAJEMEN
"TEORI KEPEMIMPINAN"
Nama : Ikang Pratama
NIM : 14221408
Kelas : Manajemen Produksi 1A
Teori Kepemimpinan Pemimpin Besar
(Great Man Theory)
Kepemimpinan adalah kemampuan yang melekat. – Pemimpin besar dilahirkan, bukan dibentuk.
Pemimpin besar muncul sebagai heroik, mitos, dan ditakdirkan karena diperlukan.
Disebut "Great Man" karena pada saat itu pemimpin dianggap kualitas laki-laki.
Thomas Cralyle (1888), Herbert Spencer (1869)
Menurut teori kepemimpinan ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang yang memiliki ciri-ciri yang istimewa yang mencakup:
Karisma
Kecerdasan
Kebijaksanaan
Memberikan dampak besar
Karisma sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh pesona pribadi, daya tarik, yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal dan persuasi yang luar biasa. Karisma inilah yang dapat memberikan dampak besar kepada lingkungan sosial sekitarnya. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori Kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun Sangat sedikit orang-orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk memimpin. Teori Great Man didasarkan pada gagasan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan,maka munculah seorang manusia yang luar biasa dan mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah. Ketika Teori Great Man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah laki-laki, yang menjadi alasan untuk menamai teori tersebut dengan "Great Man".
Kelemahan :
Kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Seperti istilah "Asal Raja Menjadi Raja".
Ciri pemimpin bersifat lahiriah, tidak ada ilmu atau cara untuk menciptakan ciri pemimpin ini.
Kelebihan :
Pemimpin yang dimaksud memiliki ciri istimewa.
Pemimpin memiliki dampak dan pengaruh besar.
Pemimpin diangkat berdasarkan aksi dan kecerdasannya dalam menyelesaikan suatu masalah.
Teori Peristiwa Besar
(Big Bang Theory)
Poin-poin penting Teori "Big Bang" :
Suatu peristiwa besar bisa menciptakan seseorang menjadi pemimpin.
Seorang pemimpin mampu mengintegrasikan antara situasi dan pengikut.
Situasi merupakan peristiwa besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dll.
Dalam hal ini, pengikut adalah orang yang menokohkan seseorang dan bersedia patuh dan taat.
Pemimpin mempunyai kepekaan yang tinggi dan kritis terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. Memiliki kredibilitas yang kuat dalam mempengaruhi pengikutnya. Pemimpin dalam teori ini terlahir dalam situasi yang membutuhkan suatu perubahan besar, hal ini yang menjadi motivasi lahirnya teori ini.
Kekurangan :
Pemimpin yang lahir secara situasional tidak menjamin keberhasilan saat kepemimpinannya. Karena Tindakan yang dilakukan hanya untuk membuat suatu perubahan yang berdasarkan situasi saat itu.
Kelebihan :
Pemimpin dalam teori ini dikenal memiliki sifat aktif, kritis, dan memiliki daya juang yang tinggi karena terlahir dalam situasi yang cenderung tidak baik yang menjadi motvasi dari lahirnya teori kepemimpinan ini.
Teori Sifat (Karakter)
(Trait Theory)
Pemimpin tebentuk karena warisan karakteristik perilaku tertentu yang dimiliki seseorang.
Tetapi, Jika perilaku tertentu adalah indikator kepemimpinan, mengapa banyak orang yang memiliki sifat kepemimpinan tetapi tidak menjadi pemimpin.
Gordon Allport (1937), Hans Eynsenck (1967)
Teori kepemimpinan ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Great Man Theory yang mengatakan bahwa para pemimpin dilahirkan dan bukan diciptakan (leader are born and not made). Tetapi sejalan dengan pemikiran mahzab behavioralis, pada peneliti di tahun 1950-an berkesimpulan bahwa karakteristik pemimpin tidak seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, namun diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat dipelajari.
Riset mereka menunjukkan bahwa ada karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehubungan dengan kepemimpinan efektif, yaitu:
Kecerdasan,
Pengetahuan & keahlian,
Dominasi,
Percaya diri,
energi yang tinggi,
Toleran terhadap stress,
Integritas & kejujuran,
Kematangan.
Teori sifat tersebut mengasumsikan bahwa para pemimpin telah mewarisi sifat-sifat di dalamnya yang membuat orang cocok untuk menjadi pemimpin. Banyak yang mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang dapat sepenuhnya mengekspresikan diri, sementara yang lain tidak bisa, dan ini adalah apa yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Seorang pemimpin memiliki kombinasi yang tepat dari sifat-sifat yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik
Kekurangan :
Tidak selalu ada hubungannya antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan, karena situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat tertentu pula yang berbeda dari yang lain
Kelebihan :
Walaupun beberapa karakteristik dari pemimpin dalam teori ini tidak relevan dengan keefektifan suatu kepemimpinan. Tetapi karakter ini menjadi suatu kebutuhan idealnya seorang pemimpin
Teori Perilaku
(Behavior Theory)
Sesuai prinsip 'behaviorism' seorang pemimpin besar dapat dibentuk, tidak selalu karena dilahirkan atau dimitoskan.
Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau kondisi internal
Setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi dank arena pengalaman
Skinner (1967), Bandura (1982)
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya.
Kekurangan :
Teori Kepemimpinan Perilaku belum dilengkapi deangan suatu faktor, yakni penyesuaian terhadap situasi dan kondisi. Karena situasi dan kondisi tidak akan sama dan selalu ada cara kepemimpinan yang berbeda untuk menangani situasi dan kondisi yang berbeda.
Kelebihan :
Teori ini mampu mematahkan teori sebelum-sebelumnya tentang bagaimana terbentuknya sebuah jiwa kepemimpin yang berasal dari cara pembelajaran, observasi, dan pengalaman.
Teori Situasional
(Situational Theory)
Pemimpin harus memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang sedang dihadapi.
Gaya kepemimpinan berbeda-beda tergantung situasi yang berlainan.
Misalnya di tengah cendikiawan, gaya kepemimpinan demokratis mungkin paling tepat diterapkan
Hersey dan Blanchard (1977)
Teori Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan diantaranya :
Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila :
Ø Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik
Ø Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
Ø Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat
Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina yang dapat digunakan adalah :
Ø Memberitahukan
Ø Menjual
Ø Mengajak bawahan berperan serta
Ø Melakukan pendelegasian
Model Jalan-Tujuan
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menetukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang :
Kemampuan Manajerial
Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap "reward" yang disediakan oleh perusahaan.
Karakteristik Pekerjaan
Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas seorang pemimpin.
Karakteristik Organisasi
Budaya korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
Karakteristik Pekerja
Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
Norma yang dianut kelompok
Rentang kendali
Ancaman dari luar organisasi
Tingkat stress
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Kepemimpinan Kharismatik
Dalam teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supernatural dan kekuatan yang luar biasa. Dimana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kharisma berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti "berkat yang terinspirasi secara agung" atau "pemberian tuhan". Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpim akan lebih dipandang sebagai kharismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari kharismatik dan pengikut akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi. Menurut Weber (1947), kharismatik terjadi saat terdapat sebuah krisis social, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep kharismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik yaitu :
Adanya seseorang yang memiliki bakat luar baisa
Adanya krisis sosial
Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis trsebut
Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin kharismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi. Kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi :
Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial :
Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi.
Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi.
Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa teori-teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengharuhi proses pengaruh kharismatik seorang pemimpin yaitu :
Identifikasi Pribadi (personal identification)
Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa.
Identifikasi Sosial (social identification)
Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin kharismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin kharismatik dapat meningkatkan identifikasi sosila dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya.
Internalisasi (internalization)
Para pemimpin kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin kharismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroic dan secara moral benar. Para pemimpin kharismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.
Kemampuan diri sendiri (self-efficacy)
Efikasi diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.
Kekurangan :
Tindakan terbaik berdasarkan situasi belum menentukan keberhasilan suatu kepemimpinan. Ada variabel-variabel yang menentukan seperti gaya kepemimpinan,kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini melengkapi teori perilaku, karena sudah memperhatikan situasi sebagai variabel faktor penetuan karakter kepemimpinan yang baik.
Teori Kontingensi
(Contingency Theory)
Kepemimpinan dipengaruhi oleh variable-variabel lingkungan yang menentukan gaya kepemimpinan
Tidak ada gayakepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi.
Keberhasilan pemimpin tergantung pada sejumlah variable.Termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan
Joan Woodward (1958), Fiedler, FE (1958)
TEORI KONTINGENSI KEPEMIMPINAN MENURUT PATH-GOAL ROBERT HOUSE
Teori ini termasuk teori perilaku kepemimpinan dan teori harapan dalam motivasi. Menurut pendapat Robert House dan kawan-kawannya perilaku pimpinan itu dilihat oleh bawahannya dalam usahanya untuk mengarahkan pada tujuannya: kegiatan tugas dan kepuasan. Menjelaskan dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan berkaitan sendirinya dengan menolong karyawan memfokuskan pada harapannya, alat imbalan dan nilai di dalam situasi kerja. Pada akhirnya pimpinan harus mengetahui apa yang diinginkan oleh bawahannya dalam situasi tugas tertentu dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Teori ini menganggap pimpinan itu bersifat fleksibel didalam memilih gaya kepemimpinan tertentu dari empat kemungkinan sebagai berikut :
1) Pimpinan direktif (Directive Leaders)
Tugas-tugas yang telah di tetapkan untuk karyawan, dengan tanggung jawab tertentu, pengawasan yang ketat, imbalan dan hukuman untuk mengawasi perilaku mereka. Gaya kepemimpinan ini baik jika tugas-tugas tidak terstruktur yang menimbulkan kebingungan dan frustasi. Gaya ini juga kehendaki jika bawahan mengharapkan pimpinan memberikan petunjuk yang berhubungan dengan pekerjaan, informasi dan bantuan tehnik.
2) Pimpinan suportif (Supportive Leaders)
Pimpinan disini bersahabat, penuh pendekatan dan memperhatikan kepentingan orang lain. Gaya ini cocok jika tugas-tugas terstruktur dengan baik sekali. Bila tugas-tugas pekerjaan itu kurang memuaskan, karyawan mengharapkan pimpinannya dapat mempergunakan rapat atau minum kopi di kafetaria sebagai tempat menolong kepuasaan mereka dalam kebutuhan sosial.
3) Pimpinan partisipatif (paarticipativ leaders)
Gaya ini mendorong karyawan untuk berpartisipasi di dalam menentukan tugas-tugas dan menyelesaikan persoalan. Gaya ini cocok jika tugas-tugas begitu kompleks dan saling berhubungan sehingga memerlukan kerjasamayang tinggi diantara karyawan. Gaya ini juga cocok kalau karyawan mempunyai keahlian dan pengetahuan,mereka puas karena mempunyai kekuasaan dan pengawasan sendiri.
4) Pimpinan yang oerientasi pada prestasi (Achievement-orriented leadership)
Gaya ini sebagai kelanjutan dari kepemimpinan partisipatif yang menekankan pada penentuan tujuan. Dibawah pendekatan ini pimpinan memimpin karyawan dengan menetapkan tugas-tugas yang menantang dengan mengharapkan mereka mencapai tugas-tugas ini. Sepanjang karyawan ingin mencapai tujuannya, mereka bebas memimpin tugas mereka. Pendekatan ini cocok untuk individu yang ingin mencapai prestasi yang tinggi.
Teori Jalur-Tujuan dari House-Mitchell (House-Mitchell-Goal-Theory)
Robert House dan Terence Mitchell mendasarkan diri padamodel Ohio State University, akan tetapi menambahkan bahwa orientasi hubungan kemanusiaan ataupun orientasi tugas akan efektif apabila diterapkan terhadap situasi yang cocok bagi masing-masing orientasi tersebut.
Menurut teori ini tingkah laku pemimpin dianggap efektif apabila dia mampu mempengaruhi bawahan sehingga mereka menjadi terdorong giat bekerja, meningkatkan semangat kerja serta mereka merasa puas dan bangga terhadap pekerjaannya. Teori ini disebut jalur-tujuan karena menitikberatkan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi pandangan bawahan akan tujuan pribadi mereka (bawahan) sebagai jalur/jalan menuju tercapainya tujuan organisasi sebagai keseluruhan. Pemimpin kemudian berusaha menunjukkan bahwa tujuan pribadi mereka itu berhubungan erat dengan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.
Teori diatas memiliki kaitan dengan Teori Harapan (Expectancy Theory) yang menyatakan bahwa seseorang akan merasa puas dan bangga atas pekerjaannya apabila dia merasa bahwa pekerjaannya itu menghasilkan sesuatu yang bernilai cukup tinggi bagi organisasi, dan dia akan bekerja keras apabila dia merasa yakin bahwa usahanya itu akan mendatangkan hasil yang lebih tinggi lagi kepadanya. Tugas pemimpin disini adalah menunjukkan dan memperjelas hubungan antara hasil pekerjaannya dengan apa yang diharapkannya. Sejajar dengan teori lain, teori inimenjelaskan pula bahwa dalam situasi yang unstructured,dimana tingkat kejelasan teknis dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan adalah rendah atau tidak jelas (misalnya pada pekerjaan penelitian, pendidikan, penerangan, penyampaian informasi, dan sebagainya) maka pemimpin dapat mempertinggi motivasi dan kepuasan kerja bawahan dengan cara mempertinggi kadar aspek penugasan (task oriented) yang berupa perincian tugas-tugas secara lebih teknis.
Sebaliknya dalam Situasi yang terstruktur yaitu keadaan dimana tingkat kejelasan teknis dan pekerjaan itu adalah cukup tinggi (misalnya menyebar, memasang suku cadang, memperbaiki mesin, mengecat, mengelas, dan lain sebagainya) maka motivasi dapat ditingkatkan dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan kemanusiaan.
Kekurangan :
Teori ini masih mengandung dua sudut pandang keberhasilan suatu kepemimpinan.
Di satu sisi Pemimpin harus flexible dengan situasi, tetapi ada variable lain yang menentukan seperti kualitas bawahan dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini menganggap pemimpin haruslah orang yang memiliki kharisma dan kemampuan memotivasi yang tinggi, maka barulah pemimpin itu dinilai efektif.
Adanya keterkaitan antara atasan dan bawahan dalam keberhasilan suatu kepemimpinan, yang menjadikan teori ini berbeda dengan yang lain.
Teori ini memperhatikan variable internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan.
Deskripsi
TUGAS PENGANTAR MANAJEMEN
"TEORI KEPEMIMPINAN"
Nama : Ikang Pratama
NIM : 14221408
Kelas : Manajemen Produksi 1A
Teori Kepemimpinan Pemimpin Besar
(Great Man Theory)
Kepemimpinan adalah kemampuan yang melekat. – Pemimpin besar dilahirkan, bukan dibentuk.
Pemimpin besar muncul sebagai heroik, mitos, dan ditakdirkan karena diperlukan.
Disebut "Great Man" karena pada saat itu pemimpin dianggap kualitas laki-laki.
Thomas Cralyle (1888), Herbert Spencer (1869)
Menurut teori kepemimpinan ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang yang memiliki ciri-ciri yang istimewa yang mencakup:
Karisma
Kecerdasan
Kebijaksanaan
Memberikan dampak besar
Karisma sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh pesona pribadi, daya tarik, yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal dan persuasi yang luar biasa. Karisma inilah yang dapat memberikan dampak besar kepada lingkungan sosial sekitarnya. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori Kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun Sangat sedikit orang-orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk memimpin. Teori Great Man didasarkan pada gagasan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan,maka munculah seorang manusia yang luar biasa dan mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah. Ketika Teori Great Man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah laki-laki, yang menjadi alasan untuk menamai teori tersebut dengan "Great Man".
Kelemahan :
Kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Seperti istilah "Asal Raja Menjadi Raja".
Ciri pemimpin bersifat lahiriah, tidak ada ilmu atau cara untuk menciptakan ciri pemimpin ini.
Kelebihan :
Pemimpin yang dimaksud memiliki ciri istimewa.
Pemimpin memiliki dampak dan pengaruh besar.
Pemimpin diangkat berdasarkan aksi dan kecerdasannya dalam menyelesaikan suatu masalah.
Teori Peristiwa Besar
(Big Bang Theory)
Poin-poin penting Teori "Big Bang" :
Suatu peristiwa besar bisa menciptakan seseorang menjadi pemimpin.
Seorang pemimpin mampu mengintegrasikan antara situasi dan pengikut.
Situasi merupakan peristiwa besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dll.
Dalam hal ini, pengikut adalah orang yang menokohkan seseorang dan bersedia patuh dan taat.
Pemimpin mempunyai kepekaan yang tinggi dan kritis terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. Memiliki kredibilitas yang kuat dalam mempengaruhi pengikutnya. Pemimpin dalam teori ini terlahir dalam situasi yang membutuhkan suatu perubahan besar, hal ini yang menjadi motivasi lahirnya teori ini.
Kekurangan :
Pemimpin yang lahir secara situasional tidak menjamin keberhasilan saat kepemimpinannya. Karena Tindakan yang dilakukan hanya untuk membuat suatu perubahan yang berdasarkan situasi saat itu.
Kelebihan :
Pemimpin dalam teori ini dikenal memiliki sifat aktif, kritis, dan memiliki daya juang yang tinggi karena terlahir dalam situasi yang cenderung tidak baik yang menjadi motvasi dari lahirnya teori kepemimpinan ini.
Teori Sifat (Karakter)
(Trait Theory)
Pemimpin tebentuk karena warisan karakteristik perilaku tertentu yang dimiliki seseorang.
Tetapi, Jika perilaku tertentu adalah indikator kepemimpinan, mengapa banyak orang yang memiliki sifat kepemimpinan tetapi tidak menjadi pemimpin.
Gordon Allport (1937), Hans Eynsenck (1967)
Teori kepemimpinan ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Great Man Theory yang mengatakan bahwa para pemimpin dilahirkan dan bukan diciptakan (leader are born and not made). Tetapi sejalan dengan pemikiran mahzab behavioralis, pada peneliti di tahun 1950-an berkesimpulan bahwa karakteristik pemimpin tidak seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, namun diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat dipelajari.
Riset mereka menunjukkan bahwa ada karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehubungan dengan kepemimpinan efektif, yaitu:
Kecerdasan,
Pengetahuan & keahlian,
Dominasi,
Percaya diri,
energi yang tinggi,
Toleran terhadap stress,
Integritas & kejujuran,
Kematangan.
Teori sifat tersebut mengasumsikan bahwa para pemimpin telah mewarisi sifat-sifat di dalamnya yang membuat orang cocok untuk menjadi pemimpin. Banyak yang mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang dapat sepenuhnya mengekspresikan diri, sementara yang lain tidak bisa, dan ini adalah apa yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Seorang pemimpin memiliki kombinasi yang tepat dari sifat-sifat yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik
Kekurangan :
Tidak selalu ada hubungannya antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan, karena situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat tertentu pula yang berbeda dari yang lain
Kelebihan :
Walaupun beberapa karakteristik dari pemimpin dalam teori ini tidak relevan dengan keefektifan suatu kepemimpinan. Tetapi karakter ini menjadi suatu kebutuhan idealnya seorang pemimpin
Teori Perilaku
(Behavior Theory)
Sesuai prinsip 'behaviorism' seorang pemimpin besar dapat dibentuk, tidak selalu karena dilahirkan atau dimitoskan.
Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau kondisi internal
Setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi dank arena pengalaman
Skinner (1967), Bandura (1982)
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya.
Kekurangan :
Teori Kepemimpinan Perilaku belum dilengkapi deangan suatu faktor, yakni penyesuaian terhadap situasi dan kondisi. Karena situasi dan kondisi tidak akan sama dan selalu ada cara kepemimpinan yang berbeda untuk menangani situasi dan kondisi yang berbeda.
Kelebihan :
Teori ini mampu mematahkan teori sebelum-sebelumnya tentang bagaimana terbentuknya sebuah jiwa kepemimpin yang berasal dari cara pembelajaran, observasi, dan pengalaman.
Teori Situasional
(Situational Theory)
Pemimpin harus memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang sedang dihadapi.
Gaya kepemimpinan berbeda-beda tergantung situasi yang berlainan.
Misalnya di tengah cendikiawan, gaya kepemimpinan demokratis mungkin paling tepat diterapkan
Hersey dan Blanchard (1977)
Teori Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan diantaranya :
Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila :
Ø Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik
Ø Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
Ø Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat
Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina yang dapat digunakan adalah :
Ø Memberitahukan
Ø Menjual
Ø Mengajak bawahan berperan serta
Ø Melakukan pendelegasian
Model Jalan-Tujuan
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menetukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang :
Kemampuan Manajerial
Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap "reward" yang disediakan oleh perusahaan.
Karakteristik Pekerjaan
Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas seorang pemimpin.
Karakteristik Organisasi
Budaya korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
Karakteristik Pekerja
Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
Norma yang dianut kelompok
Rentang kendali
Ancaman dari luar organisasi
Tingkat stress
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Kepemimpinan Kharismatik
Dalam teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supernatural dan kekuatan yang luar biasa. Dimana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kharisma berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti "berkat yang terinspirasi secara agung" atau "pemberian tuhan". Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpim akan lebih dipandang sebagai kharismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari kharismatik dan pengikut akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi. Menurut Weber (1947), kharismatik terjadi saat terdapat sebuah krisis social, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep kharismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik yaitu :
Adanya seseorang yang memiliki bakat luar baisa
Adanya krisis sosial
Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis trsebut
Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin kharismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi. Kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi :
Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial :
Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi.
Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi.
Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa teori-teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengharuhi proses pengaruh kharismatik seorang pemimpin yaitu :
Identifikasi Pribadi (personal identification)
Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa.
Identifikasi Sosial (social identification)
Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin kharismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin kharismatik dapat meningkatkan identifikasi sosila dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya.
Internalisasi (internalization)
Para pemimpin kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin kharismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroic dan secara moral benar. Para pemimpin kharismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.
Kemampuan diri sendiri (self-efficacy)
Efikasi diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.
Kekurangan :
Tindakan terbaik berdasarkan situasi belum menentukan keberhasilan suatu kepemimpinan. Ada variabel-variabel yang menentukan seperti gaya kepemimpinan,kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini melengkapi teori perilaku, karena sudah memperhatikan situasi sebagai variabel faktor penetuan karakter kepemimpinan yang baik.
Teori Kontingensi
(Contingency Theory)
Kepemimpinan dipengaruhi oleh variable-variabel lingkungan yang menentukan gaya kepemimpinan
Tidak ada gayakepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi.
Keberhasilan pemimpin tergantung pada sejumlah variable.Termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan
Joan Woodward (1958), Fiedler, FE (1958)
TEORI KONTINGENSI KEPEMIMPINAN MENURUT PATH-GOAL ROBERT HOUSE
Teori ini termasuk teori perilaku kepemimpinan dan teori harapan dalam motivasi. Menurut pendapat Robert House dan kawan-kawannya perilaku pimpinan itu dilihat oleh bawahannya dalam usahanya untuk mengarahkan pada tujuannya: kegiatan tugas dan kepuasan. Menjelaskan dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan berkaitan sendirinya dengan menolong karyawan memfokuskan pada harapannya, alat imbalan dan nilai di dalam situasi kerja. Pada akhirnya pimpinan harus mengetahui apa yang diinginkan oleh bawahannya dalam situasi tugas tertentu dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Teori ini menganggap pimpinan itu bersifat fleksibel didalam memilih gaya kepemimpinan tertentu dari empat kemungkinan sebagai berikut :
1) Pimpinan direktif (Directive Leaders)
Tugas-tugas yang telah di tetapkan untuk karyawan, dengan tanggung jawab tertentu, pengawasan yang ketat, imbalan dan hukuman untuk mengawasi perilaku mereka. Gaya kepemimpinan ini baik jika tugas-tugas tidak terstruktur yang menimbulkan kebingungan dan frustasi. Gaya ini juga kehendaki jika bawahan mengharapkan pimpinan memberikan petunjuk yang berhubungan dengan pekerjaan, informasi dan bantuan tehnik.
2) Pimpinan suportif (Supportive Leaders)
Pimpinan disini bersahabat, penuh pendekatan dan memperhatikan kepentingan orang lain. Gaya ini cocok jika tugas-tugas terstruktur dengan baik sekali. Bila tugas-tugas pekerjaan itu kurang memuaskan, karyawan mengharapkan pimpinannya dapat mempergunakan rapat atau minum kopi di kafetaria sebagai tempat menolong kepuasaan mereka dalam kebutuhan sosial.
3) Pimpinan partisipatif (paarticipativ leaders)
Gaya ini mendorong karyawan untuk berpartisipasi di dalam menentukan tugas-tugas dan menyelesaikan persoalan. Gaya ini cocok jika tugas-tugas begitu kompleks dan saling berhubungan sehingga memerlukan kerjasamayang tinggi diantara karyawan. Gaya ini juga cocok kalau karyawan mempunyai keahlian dan pengetahuan,mereka puas karena mempunyai kekuasaan dan pengawasan sendiri.
4) Pimpinan yang oerientasi pada prestasi (Achievement-orriented leadership)
Gaya ini sebagai kelanjutan dari kepemimpinan partisipatif yang menekankan pada penentuan tujuan. Dibawah pendekatan ini pimpinan memimpin karyawan dengan menetapkan tugas-tugas yang menantang dengan mengharapkan mereka mencapai tugas-tugas ini. Sepanjang karyawan ingin mencapai tujuannya, mereka bebas memimpin tugas mereka. Pendekatan ini cocok untuk individu yang ingin mencapai prestasi yang tinggi.
Teori Jalur-Tujuan dari House-Mitchell (House-Mitchell-Goal-Theory)
Robert House dan Terence Mitchell mendasarkan diri padamodel Ohio State University, akan tetapi menambahkan bahwa orientasi hubungan kemanusiaan ataupun orientasi tugas akan efektif apabila diterapkan terhadap situasi yang cocok bagi masing-masing orientasi tersebut.
Menurut teori ini tingkah laku pemimpin dianggap efektif apabila dia mampu mempengaruhi bawahan sehingga mereka menjadi terdorong giat bekerja, meningkatkan semangat kerja serta mereka merasa puas dan bangga terhadap pekerjaannya. Teori ini disebut jalur-tujuan karena menitikberatkan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi pandangan bawahan akan tujuan pribadi mereka (bawahan) sebagai jalur/jalan menuju tercapainya tujuan organisasi sebagai keseluruhan. Pemimpin kemudian berusaha menunjukkan bahwa tujuan pribadi mereka itu berhubungan erat dengan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.
Teori diatas memiliki kaitan dengan Teori Harapan (Expectancy Theory) yang menyatakan bahwa seseorang akan merasa puas dan bangga atas pekerjaannya apabila dia merasa bahwa pekerjaannya itu menghasilkan sesuatu yang bernilai cukup tinggi bagi organisasi, dan dia akan bekerja keras apabila dia merasa yakin bahwa usahanya itu akan mendatangkan hasil yang lebih tinggi lagi kepadanya. Tugas pemimpin disini adalah menunjukkan dan memperjelas hubungan antara hasil pekerjaannya dengan apa yang diharapkannya. Sejajar dengan teori lain, teori inimenjelaskan pula bahwa dalam situasi yang unstructured,dimana tingkat kejelasan teknis dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan adalah rendah atau tidak jelas (misalnya pada pekerjaan penelitian, pendidikan, penerangan, penyampaian informasi, dan sebagainya) maka pemimpin dapat mempertinggi motivasi dan kepuasan kerja bawahan dengan cara mempertinggi kadar aspek penugasan (task oriented) yang berupa perincian tugas-tugas secara lebih teknis.
Sebaliknya dalam Situasi yang terstruktur yaitu keadaan dimana tingkat kejelasan teknis dan pekerjaan itu adalah cukup tinggi (misalnya menyebar, memasang suku cadang, memperbaiki mesin, mengecat, mengelas, dan lain sebagainya) maka motivasi dapat ditingkatkan dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan kemanusiaan.
Kekurangan :
Teori ini masih mengandung dua sudut pandang keberhasilan suatu kepemimpinan.
Di satu sisi Pemimpin harus flexible dengan situasi, tetapi ada variable lain yang menentukan seperti kualitas bawahan dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini menganggap pemimpin haruslah orang yang memiliki kharisma dan kemampuan memotivasi yang tinggi, maka barulah pemimpin itu dinilai efektif.
Adanya keterkaitan antara atasan dan bawahan dalam keberhasilan suatu kepemimpinan, yang menjadikan teori ini berbeda dengan yang lain.
Teori ini memperhatikan variable internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan.
Lihat lebih banyak...
Komentar